Jumat, Februari 19, 2021

Asiya Perempuan yang Dirindukan Surga

Oleh Tsalis Muttaqin

Dari permaisuri berkedudukan tinggi yang tinggal di istana Raja Fir’aun, ia menjadi perempuan beriman yang disiksa dan tertimpa amarah sampai meninggal dunia. Dialah perempuan mulia nan agung, Asiya binti Muzahim, isteri Raja Fir’aun Mesir di zaman Nabi Musa alaihissalam. Sebagai seorang permaisuri, Asiya tentu hidup serba nikmat. Tidur nyaman di atas kasur empuk. Pakaian serba mewah dan mahal. Dilayani gadis-gadis dan pengiring. Apapun yang diinginkan pasti kesampaian. Namun semua kemewahan dan kesenangan itu ia tinggalkan. Asiya menjadi pengikut Musa dan beriman kepada Agama yang dibawa Musa.

Kisah Asiya binti Muzahim bermula dari sebuah peti yang berada di depan istana. Peti itu berisi bayi. Ketika gadis-gadis pelayan istana menemukan peti itu, mereka membawanya ke istana. Mereka tidak membukanya. Asiya orang yang pertama kali membuka dan melihat isi peti itu. Asiya takjub begitu melihat cahaya yang memenuhi wajah bayi kecil yang ada di dalam peti itu. Cahaya itu adalah pancaran kenabian yang meneranginya. Mata Asiya tidak berkedip melihatnya. Ia sangat mencintai dan menyayangi bayi itu. Selanjutnya Asia menjadi pagar bagi bayi itu. Pagar yang menghalangimya dari kekejaman Fir’aun.

Mendengar ditemukan peti berisi seorang bayi, Fir’aun datang dan hendak membunuhnya. Asiya mencegahnya dengan sekuat tenaga. Asiya berkata kepada Fir’aun: “Kita angkat bayi ini sebagai anak, supaya ia bermanfaat buat kita kelak.” Pada mulanya Fir’aun menolak ajakan Asiya. Namun berkat desakan Asiya, akhirnya Fir’aun sepakat untuk mengasuh bayi itu sebagai anak angkat. Asiya sangat bahagia mendapat anugerah ini. Ia memberi nama bayi itu: Musa. Kemudian ia mencari wanita yang mau menyusui bayi itu. Akan tetapi bayi itu selalu menolak disusui, sehingga datang saudara perempuan Musa yang sejak semula mengikuti perjalanan peti itu. Saudara perempuan Musa itu berkata kepada Asiya: “Saya tahu perempuan yang tidak akan ditolak oleh bayi itu”. Seketika itu juga Asiya memerintahkan untuk mendatangkan perempuan itu. Perempuan itu bernama Yukabid, ibu kandung Musa. Ketika Yukabid, ibu kandung Musa menggendongnya, bayi Musa langsung menciumnya dan menyusu dengan tenang tanpa menangis. Dua perempuan kini secara bersama-sama menyayangi Musa. Satu ibu kandung yang melahirkan dan menyusuinya dan satu ibu angkat yang merawat dan menjaganya.

Jadilah Musa lentera yang bersinar di dalam istana Fir’aun. Ketika Asiya mengetahui kenabian Musa, ia langsung membenarkan dan beriman, tapi ia tidak berani terang-terangan karena takut pada suaminya, Fir’aun. Asiya beriman kepada agama Musa pada saat menyaksikan peristiwa yang terjadi antara Musa dan para ahli sihir pengikut Fir’aun. Setelah Musa melemparkan tongkatnya yang berubah menjadi ular yang sangat besar dan melumat ular-ular ciptaan ahli sihir.

Asiya yakin dengan agama yang dibawa Nabi Musa, meskipun tidak berani terang-terangan. Cahaya iman telah menerangi hatinya. Asiya mulai terang-terangan menampakkan Iman kepada Nabi Musa di saat menyaksikan Fir’aun membunuh Masyithah dan anaknya, karena mereka beriman kepada Tuhan selain Fir’aun. Fir’aun memang sangat kejam. Dengan seorang bayi pun Fir’aun tidak menaruh iba dan belas kasih. Atas kehendak Allah bayi dalam gendongan Masyithah dapat bicara untuk meneguhkan hati ibunya atas ujian yang besar ini.

Menyaksikan kekejaman fir’aun ini, Asiya tidak diam. Ia menentang perlakuan Fir’aun atas Masyithah. Masyithah adalah perempuan yang beriman kepada Allah, oleh karenanya Asiya menganggapnya sebagai saudara dalam iman.  Dengan lantang Asiya berkata kepada Fir’aun: “Celakalah engkau Fir’aun, berani-beraninya kamu kepada Allah”. Fir’aun murka atas ucapan Asiya. Ia menghardik Asiya: “Apakah kamu sudah Gila, wahai Asiya. Engkau telah kerasukan jin seperti Masyithah. Dengan tanpa ragu Asiya menjawab: “Tidak. Aku tidak gila. Aku telah beriman kepada Allah Tuhan seluruh alam”. Fir’aun berusaha menghentikan ucapan Asiya, tetapi dia bersikukuh dengan ucapannya. Fir’aun lalu memanggil ibu Asiya agar melihat apa yang terjadi kepada anaknya, tetapi Asiya tetap bersikukuh dengan ucapannya dan menolak nasehat ibunya.

Fir’aun kemudian keluar dan berkata kepada kaumnya: “Apa yang kalian katakan mengenai isteriku ini, Asiya binti Muzahim?”. Mereka memuji Asiya dan berkata: “Tidak ada perempuan semulia dia”. Fir’aun lalu berkata kepada mereka: “Ia telah kafir kepadaku dan mengikuti Tuhan Musa”. Mendengar pernyataan Fir’aun, pasukaan berbalik menyalahkan Asiya: “Kalau begitu, bunuh saja dia”. Setelah mendengar hasutan kaumnya, Fir’aun lalu mengikat Asiya pada sebuah batu besar dan menjemurnya di bawah terik panas matahari, tanpa diberi makan dan minum. Allah mengutus malaikat untuk melindungi Asiya dari sengatan panas matahari.

Fir’aun menyiksa isterinya agar kembali murtad dari agama Allah. Asiya menolaknya, meskipun harus menanggung siksaan yang demikian keras. Hati yang telah merasakan manisnya iman tidak akan goyah, meskipun didera berbagai derita dan nestapa. Dalam keadaan terikat, Asiya memohon kepada Allah agar ditampakkan surga kepadanya, supaya ia bahagia.  Seketika itu juga Allah mengabulkan permintaannya. Allah menampakkan surga yang disiapkan untuknya. Asiya tersenyum bahagia menyaksikan keindahan surga. Fir’aun yang saat itu menyaksikan senyum Asiya, berkata kepada kaumnya: “Lihatlah. Ia telah gila. Dia senyum-senyum sendiri pada saat kusiksa sedemikian keras”. Setelah itu Fir’aun memerintahkan kaumnya untuk menimbun tubuh Asiya dengan sebuah batu besar. Saat itu juga Allah mencabut nyawa Asiya, hingga batu besar itu hanya menimpa tubuh yang sudah tidak bernyawa lagi.

Demikianlah, perempuan agung ini telah menjadi teladan bagi sebuah pengorbanan. Pengorbanan yang mahal dan indah untuk keteguhan iman kepada Allah. Iman yang begitu kuat menyebabkannya tidak menghiraukan lagi kekuasaan dan kemewahan. Bahkan tidak menghiraukan keselamatan diri dari bahaya dan kehancuran. Allah memuliakan Asiya atas seluruh perempuan di dunia. Ada empat perempuan paling mulia di dunia: Khadijah binti Khuwailid (isteri Rasul Allah), Fathimah binti Muhammad Rasul Allah, Maryam binti Imran dan Asiya binti Muzahim. (Tsalis Muttaqin).

Kamis, Februari 18, 2021

Kisah Abadi Masyithah Perempuan Teladan

Oleh: Tsalis Muttaqin

Ini sebuah kisah dari Mesir di Zaman Fir’aun. Tentang Masyithah, seorang perempuan yang beriman kepada Allah. Perempuan ini disebut Masyithah karena perkerjaanya sebagai tukang sisir rambut. Masyithah artinya tukang sisir rambut. Tidak ada keterangan yang pasti, siapa nama dia sebenarnya.

Masyithah hidup sederhana, tapi hatinya dipenuhi dengan kekuatan Iman yang teguh kepada Allah. Tuhan Yang Maha Esa. Masyithah hidup bersama suami dan kedua anaknya. Sehari-hari Masyithah bekerja sebagai tukang sisir rambut puteri Fir’aun, seorang raja Mesir yang sangat kejam dan sombong. Fir’aun sangat berkuasa sebagai raja, segala titahnya diikuti rakyat, sehingga ia menjadi sombong. Begitu sombongnya, sehingga ia merasa dirinya adalah tuhan. Semua penduduk Mesir pada waktu itu disuruh menyembah kepada Fir’aun dan semua orang takut kepadanya. Mereka tunduk kepada Fir’aun karena takut mendapat siksaan yang berat. Mengingat Fir’aun merupakan raja yang sangat zalim dan kejam, Masyithah merahasiakan imannya kepada Allah. Hingga terbukalah rahasia iman sejati ini dalam sebuah peristiwa yang menyedihkan.

Pada suatu hari, Masyithah melakukan tugasnya sehari-hari sebagai tukang sisir rambut puteri Fir’aun. Di tengah-tengah menyisir rambut sang puteri, tiba-tiba sisir yang ada di tangan Masyithah terjatuh. Masyithah mengambil sisir yang terjatuh itu dengan mengucapkan: “Bismillah. Dengan nama Allah. Celakalah Fir’aun”. Mendengar ucapan Masyithah, Puteri Fir’aun tekejut dan bertanya: “Apakah kamu mempunyai Tuhan yang selain ayahku?”

Jawab Masyitah: “Ya”.

Tanya Puteri Fir’aun kemudian: “Bagaimana kalau jawabanmu kulaporkan kepada ayahku?”

“Silahkan”, jawab Masyithah tegas.

Sang puteri melaporkan kejadian itu kepada ayahnya, Fir’aun. Mendengar laporan puterinya, Fir’aun murka. Fir’aun memanggil Masyithah dan bertanya kepadanya langsung.

Fir’aun bertanya: “Apakah kamu mempunyai Tuhan yang selain aku?”

Jawab Masyithah: “Ya. Tuhanku dan Tuhanmu Dialah Allah”.

Mendengar jawaban Masyithah, dengan serta-merta Fir’aun murka. Ia perintahkan agar suami Masyithah dan kedua anaknya dibawa ke istana. Setelah suami dan kedua anak Masyithah dibawa ke istana, Fir’aun memerintahkan Masyithah dan suami untuk menyembahnya. Masyithah dan suami dengan tegas menolak perintah Fir’aun. Mereka berdua tetap bersikukuh untuk menyembah dan beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. 

Fir’aun bertitah: “Baik. Jika kalian bersikukuh dengan pendirianmu, aku akan membuhuh kalian semua satu persatu”.

Mendengar titah Fir’aun ini, Masyithah memohon: “Jika keputusanu ingin membunuh kami, mohon kuburkanlah kami dalam satu liang lahat.”

Fir’aun lalu memerintahkan untuk disiapkan bejana besar yang diisi dengan air. Air itu lalu direbus sampai mendidih. Setelah air mendidih, Fir’uan memerintahkan agar Masyithah dan keluarganya dilemparkan ke dalam bejana itu satu-persatu. Tiba pada giliran anak Masyithah yang masih dalam susuan, tiba-tiba anak itu bisa berbicara: “Wahai ibu, masuklah. Jangan mundur ibu. Sungguh engkau mati dalam kebenaran”.

Masyithah sekeluarga dimasukkan dalam Air yang mendidih itu dan menemui ajal dalam keadaan yang sangat memilukan. Fir’aun memenuhi permintaan Masyithah, satu keluarga yang malang itu dikuburnya dalam satu liang lahat.

Begitulah kisah Masyithah yang malang. Hingga pada saat perjalanan Isra’ Mi’raj, Rasul Allah Muhammad melewati sebidang tanah yang mengeluarkan bau harum semerbak mewangi. Rasul Allah bertanya kepada Malaikat Jibril tentang bau wangi itu. Jibril memberi tahu bahwa disitulah Masyithah dan anak-anaknya dikuburkan.

Masyithah, meskipun perempuan ini harus melewati hidup penuh nestapa dan menyedihkan, ia adalah teladan bagi seorang yang teguh dalam sikap. Dia tetap teguh dengan iman yang ikhlas kepada Allah, meskipun harus menghadapi siksaan dan penderitaan yang paling kejam dalam sejarah manusia. Allah meneguhkan iman Masyithah. Rasa sakit dan kepedihannya menjadi pelajaran abadi bagi generasi setelahnya. Kisahnya dibaca manusia hingga hari ini. Kisah yang mengagumkan tentang sebuah keteguhan dan kekuatan iman dari seorang perempuan. (Tsalis Muttaqin).


Makamhaji, 6 Rajab 1442 H.

Rabu, Februari 10, 2021

Link PDF 9 Kitab hadis Induk. (al-kutub at-Tis'ah).

9 Kitab hadis Induk. (al_kutub at-Tis'ah).
1. al- Muwattha' Imam Malik.
link langsung Juz 1 (pengantar pentahqiq):
Link langsung Juz 2 (Naskah Kitab al-Muwathta':
2. Al-Musnad Imam Ahmad
Link langsung 20 File:
3. Shahih Imam al-Bukhari.
Link langsung 11 file:
4. Shahih Imam Muslim.
Link langsung 9 File:
5. Sunan Abu DAwud.
Link langsung 9 file:
6. Sunan at-Tirmidzi.
Link langsung 5 file:
7. as-Sunan as-Shughra li an-Nasa'i
Link langsung 10 File:
8. Sunan Ibnu Majah
Link langsung 5 file:
9 Sunan (musnad) ad-Darimiy
link langsung 4 file:

Entri Populer