Minggu, September 30, 2012

Kisah Ken Arok: Sebuah Dusta Sejarah?

Sungguh teramat luar bisa pengaruh kitab Pararaton terhadap cerita sejarah kebangsaan di negeri ini, padahal bukti-bukti sejarah belum bisa menjastifikasi kebenarannya. Pramoedya Ananta Toer mengangkat cerita Ken Arok dan Ken Dedes melalui judul bukunya Arok Dedes, walaupun dibuat serealistik mungkin dengan bersandarkan ke kenyataan kehidupan yang manusiawi, tapi ada satu hal yang terlupakan, yaitu kebenaran dari sosok Ken Arok atau Ken Dedes itu sendiri, bahwa apakah meraka pernah ada dan nyata dalam sejarah. Soalnya nama Ken Arok yang selalu dicocok-cocokan dan dianggap sama dengan Sri Rajasa Sang Amurwabhumi raja kerajaan Tumapel (Singhasari versi kitab Pararaton).

Ken Dedes dengan beberapa tokoh tambahan lainnya seperti Tunggul Ametung dan Mpu Gandring yang terkenal dengan keris saktinya, apakah mereka juga adalah benar-benar para pelaku sejarah? Bukti-bukti sejarah yaitu prasati-prasati yang ditemukan, mempunyai kemiripan tahun dan tempat yang sama dengan Ken Arok, mungkin bisa jadi itu sosok Sri Rajasa Sang Amurwabhumi yang dimaksud Ken Arok disana, mengingat dijelaskan juga gelaran dari Ken Arok yang diangkat raja pada waktu itu dan sama dengan yang disampaikan kitab Pararaton, tapi apakah Ken Dedes dengan yang lainnya ada juga bukti sejarahnya? Apakah benar pula cerita yang menghiasi latar belakang dan kehidupan Ken Arok itu seperti itu adanya? (Manusia berandalan, seorang kriminal, yang akhirnya menjadi raja besar pendiri Wangsa Rajasa leluhurnya raja-raja Majapahit).
Satu hal yang pasti adalah bahwa nama tokoh-tokoh beken seperti Ken Arok, Ken Dedes, Tunggul Ametung dan Mpu Gandring, akan selalu menghiasi bingkai cerita-cerita masyarakat dalam segala bentuk dan versi terbarunya, dan mereka itu hanyalah nama-nama yang cuma ada dalam Kitab Pararaton, tidak ada sumber sejarah lain yang memunculkan nama mereka.
Keris Mpu Gandring dibuat seolah-olah keris yang mempunyai manuat, teramat sakti, berisi kutukan dan menjadi misteri bagi mereka yang terobsesi oleh hal-hal mistis, bahkan sering dijadikan bahan penipuan untuk kepentingan memperoleh keuntungan bisnis semata dengan membawa-bawa nama besar mistis dari keris itu sendiri. Sungguh merupakan kebohongan dan kesesatan yang teramat nyata, tetapi mengapa sebagian masyarakat menerima begitu saja mitos yang tidak ada dasar logikanya. Penerimaan itu tentu saja bisa terjadi karena kitab Pararaton sendiri secara keseluruhan sudah diterima dalam pola pikir kehidupan masyarakat luas.
Pertanyaan selanjutnya, apakah tidak salah kaprah bangsa ini dalam membesar-besarkan kisah mereka? padahal dalam setiap penayangan-penayangan atau tulisan-tulisan yang dibuat selalu ada unsur-unsur sejarah yang dimasukan, pada akhirnya sesuatu yang asalnya dari fantasi menjadi menjelma sebagai bentuk sejarah kebangsaan, malah menjadi kebanggan pula.
Sri Rajasa Sang Amurwabhumi alias Ken Arok adalah raja besar kerajaan Tumapel pendiri dinasti raja-raja Wangsa Rajasa, yang merupakan cikal bakal dari lahirnya kerajaan besar sebagai penerusnya yaitu kerajaan Majapahit. Sri Rajasa Sang Amurwabhumi alias Ken Arok dikerdilkan sedemikian rupa oleh cerita kitab Pararaton sebagai manusia hina dalam pandangan masyarakat, brandalan, kriminal, yang tumbuh jadi serorang raja besar. 
Padahal untuk menjadi seorang negarawan, apalagi seorang raja besar yang mampu menyatukan wilayah sebegitu luasnya, mulai dari perbatasan Kali Brebes di Jawa Tengah sampai ke penghujung Jawa Timur, haruslah seorang yang punya visi dan misi kenegarawanan, terlebih harus dapat diterima dan didukung masyarakat luas untuk tempo lama.
Kitab Pararaton adalah buku yang tidak jelas siapa penulisnya,  yang berisikan informasi sejarah, ada penandaan tahun, tempat dan nama para pelaku itu sendiri, tetapi buku ini dirangkai dengan cerita fiksi, ada narasi atau pengkisahan yang memicu dan mempengaruhi emosi pembaca. Kepintaran dalam memberikan lemparan-lemparan kisah yang dramastis, yang sangat cocok dengan nuansa perasaan dan rasa sentimentil masyarakat pada umumnya.
Terdapat kisah yang digambarkan secara mistis, erotis, konflik dan lain sebagainya walau tidak sedetail dan segamblang novel, tapi cukup memberikan berbagai polemik pertanyaan pada akhirnya. Ini juga yang memicu orang untuk selalu mengembangkannya.
Keglobalan dari cerita inilah yang menjadi bahan inspirasi bagi para penulis lainnya. Penandaan tahun atau waktu peristiwa tidak selamanya cocok dengan bukti-bukti sejarah, tapi setidaknya ini dianggap cukup menjadi bahan referensi bagi perjalanan sejarah bangsa ini yang teramat minim dengan dokumentasi sejarah.

Tidak ada komentar:

Entri Populer