Oleh: Tsalis Muttaqin
Seperti biasa, setelah Maghrib, Pak Kyai mengajar ngaji Al-Qur'an di rumahnya. Anak-anak ngaji satu persatu menghadap Kyai untuk disimak bacaannya. Salah satu muridnya, Petruk, merupakan anak yang paling rajin ngajinya. Namun sayang ia bukan anak yang secerdas teman-temannya. Ia terkadang sedih dengan nasibnya ini, namun yang membanggakan ia tetap bersemangat dan istiqamah mengaji.
Tibalah giliran Petruk menghadap kyai. Petruk memulai bacannya dengan hati-hati dan teliti, agar tidak terjadi kesalahan. Saat ketemu kalimat "ula'ika", huruf "la" yang seharusnya dibaca madd, tanpa sadar Petruk hanya membaca pendek.
Kyai membenarkannya.
Kyai: Ulaaaaaa'ika..
Petruk: uuuuuula'ika
Tentu saja Petruk salah menempatkan bacaan maddnya.. Diulang-ulang oleh kyai berkali-kali tetap saja petruk membuat kesalahan.
Kyai mulai meninggikan suaranya menahan kesal. Petruk mengikuti bacaan kyainya dengan grogi, takut dan gelisah, karena dia sendiri tidak tahu salahnya dimana. Maklum.
Puncaknya, dengan nada tinggi dan menahan marah, kyai membimbing Petruk mengeja:
"Ulaaaaaaaa........ dowo (panjang)"
Petruk (dengan sangat gugup) mengikuti ejaan kyai: "Ulaaaaaadowo" (ular panjang).
Sontak.. teman-teman Petruk tersenyum-senyum, menahan geli mendengar bacaan petruk yang semakin tidak karuan itu.
Pak Kyai... menghela nafas panjang...dengan menahan senyum penyesalan, dalam hati kyai menyadari telah melakukan kesalahan, karena terlanjur tidak mampu menahan emosinya. Akibatnya, Kesalahan yang dilakukan Petruk semakin parah, karena menahan cemas dan takut.
"Ya Allah... aku rela dengan semua taqdirMu... Jika Petruk yang tidak cerdas itu telah Kau takdirkan menjadi muridku, jadikanlah ia menjadi anak yang sukses dan mulia karena ketekunan dan istiqamah nya. Ya Allah ampunilah aku karena ketidak-sabaranku membimbing murid-muridku".
Pengajian besoknya, kyai membimbing Petruk dengan hati-hati dan sabar. Petruk bahagia dan tenteram hatinya. Dengan demikian dia bisa konsetrasi dengan tenang dan mengaji dengan hati riang. Meskipun tidak secerdas teman-temannya.
Sekian. Mudah-mudah ada hikmah di balik kisah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar