Kamis, Februari 18, 2021

Kisah Abadi Masyithah Perempuan Teladan

Oleh: Tsalis Muttaqin

Ini sebuah kisah dari Mesir di Zaman Fir’aun. Tentang Masyithah, seorang perempuan yang beriman kepada Allah. Perempuan ini disebut Masyithah karena perkerjaanya sebagai tukang sisir rambut. Masyithah artinya tukang sisir rambut. Tidak ada keterangan yang pasti, siapa nama dia sebenarnya.

Masyithah hidup sederhana, tapi hatinya dipenuhi dengan kekuatan Iman yang teguh kepada Allah. Tuhan Yang Maha Esa. Masyithah hidup bersama suami dan kedua anaknya. Sehari-hari Masyithah bekerja sebagai tukang sisir rambut puteri Fir’aun, seorang raja Mesir yang sangat kejam dan sombong. Fir’aun sangat berkuasa sebagai raja, segala titahnya diikuti rakyat, sehingga ia menjadi sombong. Begitu sombongnya, sehingga ia merasa dirinya adalah tuhan. Semua penduduk Mesir pada waktu itu disuruh menyembah kepada Fir’aun dan semua orang takut kepadanya. Mereka tunduk kepada Fir’aun karena takut mendapat siksaan yang berat. Mengingat Fir’aun merupakan raja yang sangat zalim dan kejam, Masyithah merahasiakan imannya kepada Allah. Hingga terbukalah rahasia iman sejati ini dalam sebuah peristiwa yang menyedihkan.

Pada suatu hari, Masyithah melakukan tugasnya sehari-hari sebagai tukang sisir rambut puteri Fir’aun. Di tengah-tengah menyisir rambut sang puteri, tiba-tiba sisir yang ada di tangan Masyithah terjatuh. Masyithah mengambil sisir yang terjatuh itu dengan mengucapkan: “Bismillah. Dengan nama Allah. Celakalah Fir’aun”. Mendengar ucapan Masyithah, Puteri Fir’aun tekejut dan bertanya: “Apakah kamu mempunyai Tuhan yang selain ayahku?”

Jawab Masyitah: “Ya”.

Tanya Puteri Fir’aun kemudian: “Bagaimana kalau jawabanmu kulaporkan kepada ayahku?”

“Silahkan”, jawab Masyithah tegas.

Sang puteri melaporkan kejadian itu kepada ayahnya, Fir’aun. Mendengar laporan puterinya, Fir’aun murka. Fir’aun memanggil Masyithah dan bertanya kepadanya langsung.

Fir’aun bertanya: “Apakah kamu mempunyai Tuhan yang selain aku?”

Jawab Masyithah: “Ya. Tuhanku dan Tuhanmu Dialah Allah”.

Mendengar jawaban Masyithah, dengan serta-merta Fir’aun murka. Ia perintahkan agar suami Masyithah dan kedua anaknya dibawa ke istana. Setelah suami dan kedua anak Masyithah dibawa ke istana, Fir’aun memerintahkan Masyithah dan suami untuk menyembahnya. Masyithah dan suami dengan tegas menolak perintah Fir’aun. Mereka berdua tetap bersikukuh untuk menyembah dan beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. 

Fir’aun bertitah: “Baik. Jika kalian bersikukuh dengan pendirianmu, aku akan membuhuh kalian semua satu persatu”.

Mendengar titah Fir’aun ini, Masyithah memohon: “Jika keputusanu ingin membunuh kami, mohon kuburkanlah kami dalam satu liang lahat.”

Fir’aun lalu memerintahkan untuk disiapkan bejana besar yang diisi dengan air. Air itu lalu direbus sampai mendidih. Setelah air mendidih, Fir’uan memerintahkan agar Masyithah dan keluarganya dilemparkan ke dalam bejana itu satu-persatu. Tiba pada giliran anak Masyithah yang masih dalam susuan, tiba-tiba anak itu bisa berbicara: “Wahai ibu, masuklah. Jangan mundur ibu. Sungguh engkau mati dalam kebenaran”.

Masyithah sekeluarga dimasukkan dalam Air yang mendidih itu dan menemui ajal dalam keadaan yang sangat memilukan. Fir’aun memenuhi permintaan Masyithah, satu keluarga yang malang itu dikuburnya dalam satu liang lahat.

Begitulah kisah Masyithah yang malang. Hingga pada saat perjalanan Isra’ Mi’raj, Rasul Allah Muhammad melewati sebidang tanah yang mengeluarkan bau harum semerbak mewangi. Rasul Allah bertanya kepada Malaikat Jibril tentang bau wangi itu. Jibril memberi tahu bahwa disitulah Masyithah dan anak-anaknya dikuburkan.

Masyithah, meskipun perempuan ini harus melewati hidup penuh nestapa dan menyedihkan, ia adalah teladan bagi seorang yang teguh dalam sikap. Dia tetap teguh dengan iman yang ikhlas kepada Allah, meskipun harus menghadapi siksaan dan penderitaan yang paling kejam dalam sejarah manusia. Allah meneguhkan iman Masyithah. Rasa sakit dan kepedihannya menjadi pelajaran abadi bagi generasi setelahnya. Kisahnya dibaca manusia hingga hari ini. Kisah yang mengagumkan tentang sebuah keteguhan dan kekuatan iman dari seorang perempuan. (Tsalis Muttaqin).


Makamhaji, 6 Rajab 1442 H.

Tidak ada komentar:

Entri Populer