Ini sebuah
kisah dari Mesir di Zaman Fir’aun. Tentang Masyithah, seorang perempuan yang
beriman kepada Allah. Perempuan ini disebut Masyithah karena perkerjaanya
sebagai tukang sisir rambut. Masyithah artinya tukang sisir rambut. Tidak ada
keterangan yang pasti, siapa nama dia sebenarnya.
Masyithah hidup
sederhana, tapi hatinya dipenuhi dengan kekuatan Iman yang teguh kepada Allah.
Tuhan Yang Maha Esa. Masyithah hidup bersama suami dan kedua anaknya.
Sehari-hari Masyithah bekerja sebagai tukang sisir rambut puteri Fir’aun, seorang
raja Mesir yang sangat kejam dan sombong. Fir’aun sangat berkuasa sebagai raja,
segala titahnya diikuti rakyat, sehingga ia menjadi sombong. Begitu sombongnya,
sehingga ia merasa dirinya adalah tuhan. Semua penduduk Mesir pada waktu itu
disuruh menyembah kepada Fir’aun dan semua orang takut kepadanya. Mereka tunduk
kepada Fir’aun karena takut mendapat siksaan yang berat. Mengingat Fir’aun merupakan
raja yang sangat zalim dan kejam, Masyithah merahasiakan imannya kepada Allah.
Hingga terbukalah rahasia iman sejati ini dalam sebuah peristiwa yang
menyedihkan.
Pada suatu
hari, Masyithah melakukan tugasnya sehari-hari sebagai tukang sisir rambut puteri
Fir’aun. Di tengah-tengah menyisir rambut sang puteri, tiba-tiba sisir yang ada
di tangan Masyithah terjatuh. Masyithah mengambil sisir yang terjatuh itu
dengan mengucapkan: “Bismillah. Dengan nama Allah. Celakalah Fir’aun”.
Mendengar ucapan Masyithah, Puteri Fir’aun tekejut dan bertanya: “Apakah kamu
mempunyai Tuhan yang selain ayahku?”
Jawab Masyitah:
“Ya”.
Tanya Puteri
Fir’aun kemudian: “Bagaimana kalau jawabanmu kulaporkan kepada ayahku?”
“Silahkan”,
jawab Masyithah tegas.
Sang puteri
melaporkan kejadian itu kepada ayahnya, Fir’aun. Mendengar laporan puterinya,
Fir’aun murka. Fir’aun memanggil Masyithah dan bertanya kepadanya langsung.
Fir’aun
bertanya: “Apakah kamu mempunyai Tuhan yang selain aku?”
Jawab Masyithah:
“Ya. Tuhanku dan Tuhanmu Dialah Allah”.
Mendengar
jawaban Masyithah, dengan serta-merta Fir’aun murka. Ia perintahkan agar suami
Masyithah dan kedua anaknya dibawa ke istana. Setelah suami dan kedua anak
Masyithah dibawa ke istana, Fir’aun memerintahkan Masyithah dan suami untuk
menyembahnya. Masyithah dan suami dengan tegas menolak perintah Fir’aun. Mereka
berdua tetap bersikukuh untuk menyembah dan beriman kepada Allah, Tuhan Yang
Maha Esa.
Fir’aun
bertitah: “Baik. Jika kalian bersikukuh dengan pendirianmu, aku akan membuhuh
kalian semua satu persatu”.
Mendengar titah
Fir’aun ini, Masyithah memohon: “Jika keputusanu ingin membunuh kami, mohon
kuburkanlah kami dalam satu liang lahat.”
Fir’aun lalu
memerintahkan untuk disiapkan bejana besar yang diisi dengan air. Air itu lalu
direbus sampai mendidih. Setelah air mendidih, Fir’uan memerintahkan agar
Masyithah dan keluarganya dilemparkan ke dalam bejana itu satu-persatu. Tiba
pada giliran anak Masyithah yang masih dalam susuan, tiba-tiba anak itu bisa berbicara:
“Wahai ibu, masuklah. Jangan mundur ibu. Sungguh engkau mati dalam kebenaran”.
Masyithah sekeluarga
dimasukkan dalam Air yang mendidih itu dan menemui ajal dalam keadaan yang sangat
memilukan. Fir’aun memenuhi permintaan Masyithah, satu keluarga yang malang itu
dikuburnya dalam satu liang lahat.
Begitulah kisah
Masyithah yang malang. Hingga pada saat perjalanan Isra’ Mi’raj, Rasul Allah
Muhammad melewati sebidang tanah yang mengeluarkan bau harum semerbak mewangi.
Rasul Allah bertanya kepada Malaikat Jibril tentang bau wangi itu. Jibril memberi
tahu bahwa disitulah Masyithah dan anak-anaknya dikuburkan.
Masyithah,
meskipun perempuan ini harus melewati hidup penuh nestapa dan menyedihkan, ia
adalah teladan bagi seorang yang teguh dalam sikap. Dia tetap teguh dengan iman
yang ikhlas kepada Allah, meskipun harus menghadapi siksaan dan penderitaan
yang paling kejam dalam sejarah manusia. Allah meneguhkan iman Masyithah. Rasa
sakit dan kepedihannya menjadi pelajaran abadi bagi generasi setelahnya. Kisahnya
dibaca manusia hingga hari ini. Kisah yang mengagumkan tentang sebuah keteguhan
dan kekuatan iman dari seorang perempuan. (Tsalis Muttaqin).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar