Oleh: Tsalis Muttaqin
Berdasarkan Jumlah orang yang meriwayatkan (rawi), hadis terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Jika suatu hadis diriwayatkan oleh sejumlah orang yang sangat banyak sehingga tidak terhitung banyaknya, maka dinamakan hadis mutawatir.
2. Jika suatu hadis hanya diriwayatkan oleh beberapa orang yang dapat dihitung, atau hanya sedikit orang yang meriwayatkan, maka dinamakan hadis ahad.
Pada setiap bagian ini membutuhkan kajian tersendiri yang pada saatnya akan dikaji insyaallah. Pada kesempatan ini akan dikaji lebih dulu tentang hadis mutawatir dan hadis ahad.
Hadis Mutawatir
Definisi Hadis Mutawatir
Dari segi bahasa kata “al-mutawatir” {المتواتر}merupakan isim fa’il dari kata "al-tawatur" {التواتر}, artinya: yang bertubi-tubi. Kata orang Arab tawaatara al-mathar {تواتر المطر} , artinya: hujun turun bertubi-tubi.
Sedang hadis mutawatir menurut ahli hadis ialah:
مَا رَوَاهُ عَدَدٌ كَثِيْرٌ تُحِيْلُ الْعَادَةُ تَوَاطُؤَهُمْ عَلَى الْكِذْبِ
“Hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang yang pada kebiasaannya mustahil mereka bersekongkol untuk melakukan dusta”.
Masudnya yaitu: Hadis yang dalam setiap thabaqat sanad (tingkatan sanad) diriwayatkan oleh banyak orang yang menurut hukum akal, atau secara logika, mustahil mereka bersekongkol untuk melakukan rekayasa terhadap hadis.
Syarat-syarat Hadis Mutawatir
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa hadis mutawatir harus memenuhi 4 syarat berikut ini:
1. Hadis tersebut diriwayatkan oleh banyak orang. Di kalangan ahli hadis terdapat perbedaan pendapat mengenai batas minimal untuk dikatakan banyak orang. Menurut Imam al-Suyuthi: minimal dianggap banyak jika hadis tersebut diriwayatkan oleh sepuluh orang. Kata imam suyuthi: inilah pendapat yang terpilih (lihat kitab Tadriib al-Raawiy karya al-Suyuthi juz 2 halaman 177).
2. Orang banyak yang meriwayatkan ini berada dalam setiap thabaqat sanad (tingkatan sanad).
3. Secara kebiasaan, mustahil mereka melakukan persekongkolan untuk berdusta.
4. Dasar hadis yang diriwayatkan bersandarkan kepada inderawi, seperti ucapan rawi: kami mendengar, kami melihat, kami merasakan dan sebagainya. Jika hadisnya bersandarkan pada kesimpulan akal, seperti pendapat bahwa alam ini baru, maka tidak dapat dikatakan mutawatir.
Hukum Hadis Mutawatir
Oleh karena diriwayatkan oleh banyak orang yang tidak mungkin berbohong, maka hadis mutawatir menghasilkan berita yang pasti benar, artinya berita tersebut harus diyakini kebenarannya. Seseorang yang mendapat hadis mutawatir harus mempercayai atau membenarkan dengan tegas dan pasti, seolah-olah ia menyaksikan sendiri peristiwa hadis tersebut. Ia tidak boleh ragu-ragu untuk mempercayainya.
Maka dari itu, seluruh hadis mutawatir harus diterima dan tidak perlu lagi mengkaji keadaan orang yang meriwayatkannya (rawi).
Macam-macam Hadis Mutawatir
Hadis Mutawatit terbagi menjadi dua:
1. Mutawatir Lafdzi, yaitu hadis yang mutawatir pada lafadz dan maknanya (pengertiannya) , seperti hadis:
مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku maka hendaklah dia mempersiapkan tempatnya di dalam api neraka.”
Lafadz hadis ini telah diriwayatkan oleh lebih dari 70 orang sahabat Nabi.
2. Mutawatir Ma`nawi, yaitu hadis yang mutawatir pada makna (pengertian) saja, tidak pada lafadznya, seperti hadis tentang mengangkat dua tangan ketika berdoa. Peristiwa mengenai Rasulullah SAW selalu mengangkat dua tangan saat berdoa ini telah diriwayatkan oleh hampir, atau sekitar, seratus sahabat Nabi. Setiap hadis menyebutkan bahwa Rasulullah SAW mengangkat tangan ketika berdoa, hanya saja dalam peristiwa yang berbeda-beda. Peristiwanya tidak mutawatir, tetapi masing-masing peristiwa menuturkan bahwa beliau mengangkat tangan ketika berdoa. Dengan itu, mengangkat tangan ketika berdoa menjadi mutawatir, berdasarkan kepada keseluruhan atau gabungan dari berbagai jalur sanad periwayatan.
Keberadaan Hadis Mutawatir
Jumlah hadis mutawatir cukup banyak, di antaranya hadis mengenai haudl (telaga Rasulullah SAW di surga), mengenai membasuh sepatu Khuff, mengangkat dua tangan di dalam solat, dan hadis
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ
“semoga Allah menyinari seseorang yang mendengar hadis dari kami, kemudian ia menjaganya sehingga ia dapat menyampaikannya. Banyak terjadi orang yang membawa ilmu dan menyampaikannya kepada orang yang lebih tahu maksud ilmu tersebut darinya, dan banyak orang yang membawa ilmu, tetapi ia tidak memahaminya ”.
Selain contoh-contoh di atas ini, masih banyak lagi hadis-hadis yang masuk dalam kategori mutawatir. Hanya saja, kalau dibandingkan dengan hadis ahad, jumlah hadis mutawatir sangat sedikit.
Karya Terkenal Tentang Hadis Mutawatir
Hadis mutawatir pada mulanya tercerai-berai dalam kitab-kitab hadis induk, namun beberapa ulama berinisiatif untuk menghimpunnya dalam satu buku, agar memudahkan pengkaji hadis mencari rujukan. Di antara kitab-kitab yang menghimpun hadis mutawatir yaitu:
a. “Al-Azhaar al-Mutaanatsirah Fi al-Akhbaar al-Mutawaatirah”, karya Imam al-Suyuuthi. Kitab ini disusun berdasarkan urutan bab-bab.
b. “Qatf al-Azhaar”, juga karya Imam al-Suyuuthi yang merupakan ringkasan kitab yang pertama.
c. “Nadzm al-Mutanaatsir min al-Hadiits al-Mutawsatir”, karya Muhammad bin Ja`far al-Kattaani.
atas
Hadis Ahad
Definisi hadis Ahad
Dari segi bahasa: kata “Ahaad” {آحاد}adalah bentuk jamak dari kata ahad {أحد}yang berarti tunggal, ada yang menyebutnya dengan wahid {واحد}, artinya: periwayatan secara individual.
Yang dimaksud hadis ahad menurut ahli hadis ialah:
مَا لَمْ يَجْمَعْ شُرُوْطَ الْمُتَوَاتِرِ
“Hadis yang tidak memenuhi syarat mutawatir”.
Dari definisi ini dapat diketahui, bahwa hadis hanya mempunyai dua kemungkinan; mutawatir atau ahad.
Hukum Hadis Ahad
Hadis ahad menghasilkan berita yang nadhari artinya berita yang sangat tergantung kepada hasil pengamatan dan penelitian. Jika setelah diteliti seluruh rangkaian rawi yang meriwayatkannya dapat dipercaya (tsiqah), maka hadisnya diterima (maqbul). Jika ada salah satu rawi-nya ada yang tidak dapat dipercaya, maka hadisnya ditolak (mardud).
Macam-macam Hadis Ahad
Hadis ahad berdasarka jumlah rawi yang meriwayatkannya terbagi menjadi 3, yaitu:
a. Masyhur
b. Aziz
c. Gharib
Penjelasan mengenai macam-macam hadis ahad ini akan dikaji di lain kesempatan Insyaallah.
Berdasarkan Jumlah orang yang meriwayatkan (rawi), hadis terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Jika suatu hadis diriwayatkan oleh sejumlah orang yang sangat banyak sehingga tidak terhitung banyaknya, maka dinamakan hadis mutawatir.
2. Jika suatu hadis hanya diriwayatkan oleh beberapa orang yang dapat dihitung, atau hanya sedikit orang yang meriwayatkan, maka dinamakan hadis ahad.
Pada setiap bagian ini membutuhkan kajian tersendiri yang pada saatnya akan dikaji insyaallah. Pada kesempatan ini akan dikaji lebih dulu tentang hadis mutawatir dan hadis ahad.
Hadis Mutawatir
Definisi Hadis Mutawatir
Dari segi bahasa kata “al-mutawatir” {المتواتر}merupakan isim fa’il dari kata "al-tawatur" {التواتر}, artinya: yang bertubi-tubi. Kata orang Arab tawaatara al-mathar {تواتر المطر} , artinya: hujun turun bertubi-tubi.
Sedang hadis mutawatir menurut ahli hadis ialah:
مَا رَوَاهُ عَدَدٌ كَثِيْرٌ تُحِيْلُ الْعَادَةُ تَوَاطُؤَهُمْ عَلَى الْكِذْبِ
“Hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang yang pada kebiasaannya mustahil mereka bersekongkol untuk melakukan dusta”.
Masudnya yaitu: Hadis yang dalam setiap thabaqat sanad (tingkatan sanad) diriwayatkan oleh banyak orang yang menurut hukum akal, atau secara logika, mustahil mereka bersekongkol untuk melakukan rekayasa terhadap hadis.
Syarat-syarat Hadis Mutawatir
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa hadis mutawatir harus memenuhi 4 syarat berikut ini:
1. Hadis tersebut diriwayatkan oleh banyak orang. Di kalangan ahli hadis terdapat perbedaan pendapat mengenai batas minimal untuk dikatakan banyak orang. Menurut Imam al-Suyuthi: minimal dianggap banyak jika hadis tersebut diriwayatkan oleh sepuluh orang. Kata imam suyuthi: inilah pendapat yang terpilih (lihat kitab Tadriib al-Raawiy karya al-Suyuthi juz 2 halaman 177).
2. Orang banyak yang meriwayatkan ini berada dalam setiap thabaqat sanad (tingkatan sanad).
3. Secara kebiasaan, mustahil mereka melakukan persekongkolan untuk berdusta.
4. Dasar hadis yang diriwayatkan bersandarkan kepada inderawi, seperti ucapan rawi: kami mendengar, kami melihat, kami merasakan dan sebagainya. Jika hadisnya bersandarkan pada kesimpulan akal, seperti pendapat bahwa alam ini baru, maka tidak dapat dikatakan mutawatir.
Hukum Hadis Mutawatir
Oleh karena diriwayatkan oleh banyak orang yang tidak mungkin berbohong, maka hadis mutawatir menghasilkan berita yang pasti benar, artinya berita tersebut harus diyakini kebenarannya. Seseorang yang mendapat hadis mutawatir harus mempercayai atau membenarkan dengan tegas dan pasti, seolah-olah ia menyaksikan sendiri peristiwa hadis tersebut. Ia tidak boleh ragu-ragu untuk mempercayainya.
Maka dari itu, seluruh hadis mutawatir harus diterima dan tidak perlu lagi mengkaji keadaan orang yang meriwayatkannya (rawi).
Macam-macam Hadis Mutawatir
Hadis Mutawatit terbagi menjadi dua:
1. Mutawatir Lafdzi, yaitu hadis yang mutawatir pada lafadz dan maknanya (pengertiannya) , seperti hadis:
مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku maka hendaklah dia mempersiapkan tempatnya di dalam api neraka.”
Lafadz hadis ini telah diriwayatkan oleh lebih dari 70 orang sahabat Nabi.
2. Mutawatir Ma`nawi, yaitu hadis yang mutawatir pada makna (pengertian) saja, tidak pada lafadznya, seperti hadis tentang mengangkat dua tangan ketika berdoa. Peristiwa mengenai Rasulullah SAW selalu mengangkat dua tangan saat berdoa ini telah diriwayatkan oleh hampir, atau sekitar, seratus sahabat Nabi. Setiap hadis menyebutkan bahwa Rasulullah SAW mengangkat tangan ketika berdoa, hanya saja dalam peristiwa yang berbeda-beda. Peristiwanya tidak mutawatir, tetapi masing-masing peristiwa menuturkan bahwa beliau mengangkat tangan ketika berdoa. Dengan itu, mengangkat tangan ketika berdoa menjadi mutawatir, berdasarkan kepada keseluruhan atau gabungan dari berbagai jalur sanad periwayatan.
Keberadaan Hadis Mutawatir
Jumlah hadis mutawatir cukup banyak, di antaranya hadis mengenai haudl (telaga Rasulullah SAW di surga), mengenai membasuh sepatu Khuff, mengangkat dua tangan di dalam solat, dan hadis
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ
“semoga Allah menyinari seseorang yang mendengar hadis dari kami, kemudian ia menjaganya sehingga ia dapat menyampaikannya. Banyak terjadi orang yang membawa ilmu dan menyampaikannya kepada orang yang lebih tahu maksud ilmu tersebut darinya, dan banyak orang yang membawa ilmu, tetapi ia tidak memahaminya ”.
Selain contoh-contoh di atas ini, masih banyak lagi hadis-hadis yang masuk dalam kategori mutawatir. Hanya saja, kalau dibandingkan dengan hadis ahad, jumlah hadis mutawatir sangat sedikit.
Karya Terkenal Tentang Hadis Mutawatir
Hadis mutawatir pada mulanya tercerai-berai dalam kitab-kitab hadis induk, namun beberapa ulama berinisiatif untuk menghimpunnya dalam satu buku, agar memudahkan pengkaji hadis mencari rujukan. Di antara kitab-kitab yang menghimpun hadis mutawatir yaitu:
a. “Al-Azhaar al-Mutaanatsirah Fi al-Akhbaar al-Mutawaatirah”, karya Imam al-Suyuuthi. Kitab ini disusun berdasarkan urutan bab-bab.
b. “Qatf al-Azhaar”, juga karya Imam al-Suyuuthi yang merupakan ringkasan kitab yang pertama.
c. “Nadzm al-Mutanaatsir min al-Hadiits al-Mutawsatir”, karya Muhammad bin Ja`far al-Kattaani.
atas
Hadis Ahad
Definisi hadis Ahad
Dari segi bahasa: kata “Ahaad” {آحاد}adalah bentuk jamak dari kata ahad {أحد}yang berarti tunggal, ada yang menyebutnya dengan wahid {واحد}, artinya: periwayatan secara individual.
Yang dimaksud hadis ahad menurut ahli hadis ialah:
مَا لَمْ يَجْمَعْ شُرُوْطَ الْمُتَوَاتِرِ
“Hadis yang tidak memenuhi syarat mutawatir”.
Dari definisi ini dapat diketahui, bahwa hadis hanya mempunyai dua kemungkinan; mutawatir atau ahad.
Hukum Hadis Ahad
Hadis ahad menghasilkan berita yang nadhari artinya berita yang sangat tergantung kepada hasil pengamatan dan penelitian. Jika setelah diteliti seluruh rangkaian rawi yang meriwayatkannya dapat dipercaya (tsiqah), maka hadisnya diterima (maqbul). Jika ada salah satu rawi-nya ada yang tidak dapat dipercaya, maka hadisnya ditolak (mardud).
Macam-macam Hadis Ahad
Hadis ahad berdasarka jumlah rawi yang meriwayatkannya terbagi menjadi 3, yaitu:
a. Masyhur
b. Aziz
c. Gharib
Penjelasan mengenai macam-macam hadis ahad ini akan dikaji di lain kesempatan Insyaallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar