Rabu, September 19, 2012

Perhatian dan Kesungguhan Para Sahabat dalam Menjaga dan Menyampaikan Sunnah Nabi


Oleh Tsalis Muttaqin
Umat Islam sepakat bahwa sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an adalah Sunnah Nabi Muhammad SAW. Sunnah Nabi merupakan tafsir hidup terhadap isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Karena keyakinan ini, sejak awal umat Islam punya kepentingan untuk menjaga, menghafal, menulis dan memberi penjelasan dan menyebarluaskan sunnah-sunnah Nabi.

Untuk menegakkan agama Allah dan meneguhkan sendi-sendi dakwah, Rasulullah SAW membangunnya dengan penuh kesabaran, merasakan berbagai kesulitan dan bahkan siksaan. Dalam perkembangannya kesabaran Rasulullah SAW ini menjadi motivasi yang kuat bagi kaum Muslimin untuk membela diri dan menyatukan langkah untuk meneladani sunnah-sunnah Nabi. Mereka berupaya untuk menjaga dan mempelajari sunnah-sunnah beliau SAW. Motivasi yang paling utama dan terpenting yang mempengaruhi semangat para sahabat Nabi waktu itu adalah keteladanan yang baik. Keteladanan yang baik ini tergambar dalam diri Rasulullah SAW, sebagai jawaban dari firman Allah dalam surat Al-Ahzaab: 21:
 “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak mengingat Allah.
Keteladanan dari Rasulullah tidak akan didapatkan seseorang, kecuali dengan mengetahui sabda-sabda Rasulullah, perbuatan, ketetapan dan sifat-sifat beliau. Sunnah Nabi dapat diketahui hanya dengan cara mempelajari, menjaga dan memahaminya. Sedangkan pelajaran yang paling berharga dari sunnah Nabi adalah mengamalkannya.
Al-Qur’an dan sunnah mendorong kaum Muslimin untuk mencari ilmu dan mengamalkannya. Yaitu dengan melakukan perjalanan dan penelitian untuk mendapatkan dan menyampaikan ilmu, menyebarkan sunnah, menjaga dan menyampaikannya kepada manusia merupakan bagian dari perintah ajaran Islam.
Firman Allah SWT dalam Surat At-Taubah: 122:
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. At-Taubah: 122)
Kaum Muslimin waktu itu mempunyai kesiapan fitrah yang kuat, cita rasa Arab murni dan daya ingat kuat yang dapat dipertanggungjawabkan yang menggerakkan keinginan mereka mengambil sunnah Nabi dengan penuh antusias, semangat, cinta dan sukarela.
Beberapa motivasi di atas sangat berpengaruh pada pribadai para sahabat Nabi dan mendorong mereka untuk selalu berkumpul di sekitar Rasulullah SAW guna mendapatkan sunnah-sunnah beliau yang suci yang didalamnya terdapat keteladanan yang sangat bermanfaat buat agama, dunia dan akhirat mereka. Keteladanan yang menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat, karena hukum-hukum dan pelajaran keluhuran budi pekerti yang ada pada sunnah sangat erat kaitannya dengan masalah aqidah, syari’ah dan akhlak. Bahkan sangat berkaitan dengan etika, perilaku dan pergaulan mereka. Bagi yang mau menelaah sunnah-sunnah Rasulullah SAW niscaya mendapatkan keteladan yang dihiasi dengan cahaya dan hidayah.
Rasulullah SAW sangat berharap dapat menyampaikan sunnah-sunnahnya kepada kaum Muslimin dan memotivasi para sahabatnya untuk menghafal hadis dan menyampaikannya. Beliau mengajarkan cara mengajarkan sunnah dan menyampaikan hadis, serta meletakkan dasar-dasar tatacara mengklarifikasi secara ilmiah dalam menguji keshahihan hadis yang beredar di antara mereka. Para sahabat mengikuti arahan dan petunjuk Rasulullah SAW tersebut sebagai metode dalam periwayatan hadis.
 Para Sahabat sangat antusias untuk mengikuti majlis-majlis Rasulullah SAW di samping mereka harus pula mengurus persoalan-persoalan hidup mereka. Jika di antara mereka ada yang berhalangan, mereka saling bergantian dengan yang lain untuk mengikuti majlis-majlis Rasulullah. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin al-Khaththab. Ia berkata:
“Aku dan tetanggaku dari Anshar berada di desa Bani Umayyah bin Zaid. Dia termasuk orang kepercayaan di Madinah. Kami saling bergantian menimba ilmu dari Rasul SAW. Sehari aku yang menemui Beliau dan pada hari lain dia yang menemui Beliau. Jika giliranku tiba, aku menanyakan seputar wahyu yang turun hari itu dan perkara lainnya. Dan jika giliran tetanggaku tiba, ia pun melakukan hal yang sama…”
Tidak mudah bagi semua sahabat Nabi untuk selalu dapat mendengarkan hadis dari Rasulullah SAW, karena mereka juga harus mengurus berbagai pekerjaan. Jika berhalangan mendengarkan hadis dari Nabi, mereka mencari informasi dari teman-temannya. Dalam mencari informasi, seleksi mereka sangat ketat. Demikian ini juga terjadi pada suku-suku yang jauh. Mereka mengutus perwakilan untuk belajar kepada Nabi mengenai hukum-hukum agama, untuk kemudian mengajarkan kepada suku-suku tersebut setibanya perwakilan itu kembali.
Beginilah cara hidup para sahabat bersama Rasulullah SAW. Mereka menyaksikan segala perbuatan Rasulullah, baik di dalam ibadah, mu’amalah dan lainnya. Ketika ada masalah yang tidak dipahami, mereka menghadap bertanya dan minta penjelasan kepada Nabi.
Rasulullah juga mengajarkan masalah agama kepada sahabat-sahabat perempuan. Beliau memberi waktu khusus untuk mengajar kepada mereka. Isteri-isteri beliau merupakan wanita yang mendapat kedudukan yang tinggi dalam hal ilmu. Karena itu, banyak dari kalangan sahabat perempuan yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada isteri-isteri Rasulullah, mengenai masalah dan keadaan mereka yang tidak mungkin atau merasa malu jika diajukan langsung kepada Rasulullah. Seperti masalah-masalah yang khusus terkait dengan perempuan misalnya.
Hal lain yang menjadi sarana bagi tersebarnya sunnah Nabi yaitu beberapa utusan yang dikirim untuk mengajar dan mengarahkan beberapa suku dan surat-surat Rasulullah yang ditujukan kepada raja-raja di sekitar Madinah yang berisi ajakan untuk masuk Islam.
Demikian halnya dengan perang fathu Makkah (membebaskan tanah Mekkah) yang mempunyai pengaruh besar terhadap penyebaran sunnah-sunnah Rasulullah. Waktu itu Rasulullah berpidato di depan ribun kaum muslimin dan lainnya untuk mengumumkan pengampunan bagi orang-orang Mekkah yang memusuhi Rasulullah dan beberapa penjelasan tentang hukum-hukum. Isi pidato itu kemudian dihafal dan dibawa oleh para yang hadir untuk memberi mengarahkan dan bimbingan kepada keluarga mereka.
Setelah keadaan Mekkah telah pulih kembali, Rasulullah mengarahkan perjalanannya menuju Masjidil Haram untuk ibadah haji. Waktu itu ada ribuan kaum Muslimin yang menyertai Rasulullah. Rasulullah berkhuthbah di hadapan mereka dengan pidato komprehensif yang dianggap sebagai landasan agung dakwah Islam beliau yang terakhir.
Pidato Rasulullah ini berisi beberapa hukum-hukum dan sunnah-sunnah beliau. Di dalamnya Rasulullah menjelaskan hukum-hukum yang terkait dengan manasik haji dan tradisi-tradisi jahiliyah yang dilarang Islam. Khuthbah yang agung ini termasuk sarana yang besar bagi tersebarnya sunnah Nabi ke segala suku dan keluarga.
Suatu hal yang pasti adalah bahwa tingkat kepandaian dan pengetahuan terhadap sunnah Nabi di kalangan sahabat tidak sama. Mereka beragam dalam kapasitas ilmiyah. Ada di antaranya yang banyak mendapatkan hadis, ada yang hanya sedikit dan ada yang sedang. Sesuai dengan kondisi dan kapasitas masing-masing.
Di antara mereka ada yang berasal dari desa dan ada pula yang memang penduduk kota. Ada yang total menghabiskan waktunya untuk beribadah dan ada pula yang sibuk dengan persoalan kehidupan. Sedangkan yang paling banyak mendapatkan informasi tentang hadis tentu saja yang lebih dahulu masuk Islam, seperti khalifah empat dan Abdullah bin Mas’ud. Kemudin yang paling sering mengikuti Nabi, seperti Abu Hurairah atau paling rajin mencatat, seperti Abdullah bin Amr bin al-‘Ash.
Waktu itu para sahabat sangat memohon kepada Allah agar mendapat rejeki ilmu yang tidak mudah dilupakan. Mereka tidak sekedar mengandalkan kemauan dan kekuatan dirinya. Disamping mengamalkan ilmunya mereka juga banyak berdoa, kerena kuatnya keinginan agar dapat melestarikan sunnah Nabi yang mulia dan memegang teguh hukum-hukum dan ilmu agama dengan berbagai persoalannya.
Sahabat Nabi yang paling banyak menghafal dan meriwayatkan hadis ialah Abu Hurairah. Di dalam kitab al-Mustadrak dituturkan riwayat dari Zaid bin Tsabit, ia berkata: Waktu itu aku, Abu Hurairah dan sahabat lain bersama Rasulullah SAW.
Kata Rasulullah SAW: “Berdoalah kalian”.
Maka aku dan temanku berdoa yang diamini oleh Rasulullah.
Setelah itu giliran Abu Hurairah berdoa’ ia berkata: “Ya Allah. Aku mohon kepadamu seperti apa yang telah dimohonkan oleh kedua temanku ini. Dan aku memohon kepadamu ilmu yang tidak lupa”.
Doa Abu Hurairah ini diamini oleh Rasulullah pula.
Maka kami berkata kepada Rasulullah: “Kami juga memohon hal yang sama ya Rasulullah”. Jawab Rasulullah SAW: “Kalian berdua kalah dahulu dari orang dari suku Daus ini (maksudnya Abu Hurairah)”.
Dari berbagai paparan di atas, jelaslah bahwa kecenderungan umum waktu itu dapat dijadikan petunjuk sebagai sarana-sarana yang kuat yang mendorong para sahabat untuk mendapatkan berbagai sunnah Nabi yang mulia, sehingga mereka merekamnya dalam halafan mereka yang kuat dan hati mereka yang amanah. Hal ini telah menjadikan sunnah selalu terjaga beriringan bersama Al-Qur’an.

*Disarikan dari Difaa` `an al-Hadits al-Nabawiy karya Prof. Dr. Ahmad Umar Hasyim. Beliau pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Lihat kitab tersebut halaman 17-21.

Tidak ada komentar:

Entri Populer