Rabu, September 19, 2012

Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an


Oleh Tsalis Muttaqin
Sebagai seorang Muslim, tentu kita sangat mengetahui dan meyakini bahwa sumber hukum Islam yang pokok ada dua: yaitu Al-Qur’an dan hadis. Tentu, Al-Qur’an merupakan sumber utama, karena merupakan wahyu dari Allah SWT, sementara hadis berkedudukan sebagai sumber hukum di bawah Al-Qur’an. Sebagai sumber hukum Islam, Al-Qur’an dan hadis tidak dapat dipisahkan. Hadis punya kaitan erat dengan Al-Qur’an. Secara umum, untuk memahami Al-Qur’an sangat dibutuhkan hadis, karena hadis punya peran untuk menjelaskan makna-makna yang dimaksudkan Al-Qur’an dan mengungkapkan rahasia-rahasia yang tersirat di dalam Al-Qur’an.
Para ulama telah merangkum hubungan yang sangat erat, peran dan fungsi hadis terhadap Al-Qur’an . Fungsi itu di antaranya yaitu :
Pertama, memperkuat kedudukan suatu hukum yang telah ditentukan  dalam Al-Qur’an, misalnya hadis Rasulullah Saw : "Sesungguhnya Allah menguburkan kedloliman pada orang dlolim. Ketika ia mengadzabnya, maka Ia tidak melepaskannya". Hadits ini seiring dengan firman Allah Q.S. Hud : 102 : "Dan begitulah adzab Tuhanmu apabila dia mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat dlolim …"
Kedua, menjelaskan hal-hal yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an. Penjelasan hadis terhadap Al-Qur’an bentuknya ada beberapa macam :
a.       Penjelasan pada hal-hal yang dijelaskan secara global dalam Al-Qur’an, seperti penjelasan tata cara sholat, waktu-waktu sholat, syarat-syarat sahnya, dan sebagainya. Dimana dalam Al-Qur’an tidak dijelaskan secara terperinci. Rinciannya kita dapatkan dari hadis.
b.      Memberikan batasan kepada hal-hal yang disebutkan Al-Qur’an secara mutlak, seperti hadits yang menjelaskan kalimat Al-yad (tangan) pada Al-Qur’an Q.S. Al-Maidah ayat 38 : "… maka potonglah tangan keduanya" dijelaskan oleh hadis bahwa pemotongan hanya sampai pergelangan tangan, bukan sampai siku. c) Mengkhususkan ayat-ayat yang masih menjelaskan secara umum, seperti hadis yang menjelaskan maksud kedloliman pada ayat Q.S. Al-An’am : 82 : "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan tidak mencampurkan keimanannya pada hal yang bersifat dlolim …". Dlolim di dalam ayat ini maksudnya yaitu kemusyrikan. d) Menjelaskan ayat-ayat yang masih musykil, seperti kata al-khoith (benang) pada Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 187. Hadis menjelaskan bahwa yang dimaksud al-khoith itu adalah siang hari dan malam hari
c.       Ketiga, hadis menjelaskan hukum-hukum yang tidak termaktub dalam Al-Qur’an. Memang Al-Qur’an sendiri mengatakan bahwa ia telah memerinci dan menjelaskan segala persoalan (Q.S. Al-An’am : 38 dan Q.S. An-Nahl : 89) namun ketika Allah mengutus Rasul-Nya tetap diberi wewenang untuk menjelaskannya. Dan penjelasan Nabi bagi Allah pada dasarnya merupakan penjelasan Allah juga. Lihat Q.S. An-Nahl : 44 dan 89. Istilah Al-Bayan (Tibyan) pada ayat-ayat di atas juga bisa bermakna menjelaskan apa yang tidak dinashkan dalam Al-Qur’an. Penjelasan Nabi atas hukum-huku yang termaktub dalam Al-Qur’an, misalnya hadis-hadis yang menjelaskan tentang keharaman menikahi seorang wanita sekaligus dengan menikahi bibi wanita tersebut dan keharaman makan hewan / daging khimar yang dipelihara manusia (al-ahliyyah). Hukum keduanya tidak dinashkan dalam Al-Qur’an.
Demikian penjelasan singkat yang menegaskan bahwa posisi hadis sangat penting dalam memahami Al-Qur’an pada hukum-hukum Islam. Dan hal itu terangkum dalam firman Allah Q.S. An-Nahl : 44 : "Dan Kami telah turunkan kepadamu tuntunan agar engkau menjelaskan kepada orang-orang tentang apa yang diturunkan kepada mereka"
Rasulullah SAW diperintahkan untuk menjelaskan Al-Qur’an kepada umat manusia, sedangkan dalam soal ketentuan kewajiban sholat, zakat, haji dan lain sebagainya di dalam Al-Qur’an hanya dicantumkan secara garis besar. Tanpa ada penjelasan dari Rasulullah kewajiban-kewajiban tersebut tidak mungkin dapat kita laksanakan, karena tata caranya hanya bisa kita dapatkan dari penjelasan Rasulullah.

Untuk masalah ini. Kita berhenti di sini dulu ya. Jangan terlalu tegang.

Tidak ada komentar:

Entri Populer