Oleh Tsalis Muttaqin
Sebagai seorang Muslim, tentu kita sangat mengetahui dan meyakini
bahwa sumber hukum Islam yang pokok ada dua: yaitu Al-Qur’an dan hadis. Tentu,
Al-Qur’an merupakan sumber utama, karena merupakan wahyu dari Allah SWT,
sementara hadis berkedudukan sebagai sumber hukum di bawah Al-Qur’an. Sebagai
sumber hukum Islam, Al-Qur’an dan hadis tidak dapat dipisahkan. Hadis punya
kaitan erat dengan Al-Qur’an. Secara umum, untuk memahami Al-Qur’an sangat
dibutuhkan hadis, karena hadis punya peran untuk menjelaskan makna-makna yang
dimaksudkan Al-Qur’an dan mengungkapkan rahasia-rahasia yang tersirat di dalam
Al-Qur’an.
Para ulama telah merangkum hubungan yang sangat erat, peran dan
fungsi hadis terhadap Al-Qur’an . Fungsi itu di antaranya yaitu :
Pertama, memperkuat
kedudukan suatu hukum yang telah ditentukan dalam Al-Qur’an, misalnya hadis Rasulullah Saw
: "Sesungguhnya
Allah menguburkan kedloliman pada orang dlolim. Ketika ia mengadzabnya, maka Ia
tidak melepaskannya". Hadits ini seiring dengan firman Allah
Q.S. Hud : 102 : "Dan begitulah adzab Tuhanmu apabila dia
mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat dlolim …"
Kedua, menjelaskan
hal-hal yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an. Penjelasan hadis terhadap Al-Qur’an
bentuknya ada beberapa macam :
a.
Penjelasan pada hal-hal yang dijelaskan secara
global dalam Al-Qur’an, seperti penjelasan tata cara sholat, waktu-waktu
sholat, syarat-syarat sahnya, dan sebagainya. Dimana dalam Al-Qur’an tidak
dijelaskan secara terperinci. Rinciannya kita dapatkan dari hadis.
b.
Memberikan batasan kepada hal-hal yang
disebutkan Al-Qur’an secara mutlak, seperti hadits yang menjelaskan kalimat Al-yad (tangan)
pada Al-Qur’an Q.S. Al-Maidah ayat 38 : "… maka potonglah tangan keduanya"
dijelaskan oleh hadis bahwa pemotongan hanya sampai pergelangan tangan, bukan
sampai siku. c) Mengkhususkan ayat-ayat yang masih menjelaskan secara umum,
seperti hadis yang menjelaskan maksud kedloliman pada ayat Q.S. Al-An’am : 82 :
"Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan tidak mencampurkan keimanannya pada hal yang
bersifat dlolim …". Dlolim di dalam ayat ini maksudnya yaitu
kemusyrikan. d) Menjelaskan ayat-ayat yang masih musykil, seperti kata al-khoith
(benang) pada Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 187. Hadis menjelaskan bahwa yang
dimaksud al-khoith
itu adalah siang hari dan malam hari
c.
Ketiga, hadis menjelaskan hukum-hukum yang tidak termaktub
dalam Al-Qur’an. Memang Al-Qur’an sendiri mengatakan bahwa ia telah memerinci
dan menjelaskan segala persoalan (Q.S. Al-An’am : 38 dan Q.S. An-Nahl : 89)
namun ketika Allah mengutus Rasul-Nya tetap diberi wewenang untuk
menjelaskannya. Dan penjelasan Nabi bagi Allah pada dasarnya merupakan
penjelasan Allah juga. Lihat Q.S. An-Nahl : 44 dan 89. Istilah
Al-Bayan (Tibyan) pada ayat-ayat di atas juga bisa bermakna
menjelaskan apa yang tidak dinashkan dalam Al-Qur’an. Penjelasan Nabi atas
hukum-huku yang termaktub dalam Al-Qur’an, misalnya hadis-hadis yang
menjelaskan tentang keharaman menikahi seorang wanita sekaligus dengan menikahi
bibi wanita tersebut dan keharaman makan hewan / daging khimar yang
dipelihara manusia (al-ahliyyah). Hukum keduanya tidak dinashkan dalam
Al-Qur’an.
Demikian
penjelasan singkat yang menegaskan bahwa posisi hadis sangat penting dalam
memahami Al-Qur’an pada hukum-hukum Islam. Dan hal itu terangkum dalam firman
Allah Q.S. An-Nahl : 44 : "Dan Kami telah turunkan kepadamu tuntunan
agar engkau menjelaskan kepada orang-orang tentang apa yang diturunkan kepada
mereka"
Rasulullah
SAW diperintahkan untuk menjelaskan Al-Qur’an kepada umat manusia, sedangkan
dalam soal ketentuan kewajiban sholat, zakat, haji dan lain sebagainya di dalam
Al-Qur’an hanya dicantumkan secara garis besar. Tanpa ada penjelasan dari
Rasulullah kewajiban-kewajiban tersebut tidak mungkin dapat kita laksanakan,
karena tata caranya hanya bisa kita dapatkan dari penjelasan Rasulullah.
Untuk
masalah ini. Kita berhenti di sini dulu ya. Jangan terlalu tegang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar