Sekitar
tahun 1930-an, sejarah kehebatan seorang laksamana laut asal Tiongkok
pada abad ke-15 mulai terkuak. Adalah batu prasasti di sebuah kota di
Provinsi Fujian, Cina yang bersaksi dan mengisahkan jejak perjalanan dan
petualangan seorang pelaut andal dan tangguh beragama Islam bernama Cheng Ho atau
Zheng He.
Catatan perjalanan dan penjelajahan yang luar biasa hebatnya itu tak
hanya memiliki arti penting bagi bangsa Cina. Jejak hidup Laksamana
Cheng Ho juga begitu berarti bagi umat Islam dan bangsa Indonesia.
Seperti halnya, petualang hebat dari Maroko, Ibnu Battuta, Cheng Ho
pernah singgah di Nusantara dalam ekspedisinya.
Petualangan antarbenua yang dipimpin Cheng Ho selama 28 tahun (1405 M
-1433 M) itu berlangsung dalam tujuh kali pelayaran. Menurut Rosenberg,
tak kurang dari 30 negara di benua Asia dan Afrika disinggahi Cheng Ho.
Jarak tempuh ekspedisi yang dipimpin Cheng Ho beserta pengikutnya
mencapai 35 ribu mil.
Dalam batu
prasasti yang ditemukan di Provinsi Fujian itu, Cheng Ho mengatakan
bahwa dirinya diperintahkan kaisar Dinasti Ming untuk berlayar
mengarungi samudera menuju negara-negara di luar horizon. Dalam
ekspedisinya mengelilingi benua Afrika dan Asia itu, Cheng Ho
mengerahkan armada raksasa dengan puluhan kapal besar dan kapal kecil
serta puluhan ribu awak.
Pada
ekspedisi pertama, ia mengerahkan 62 kapal besar dan belasan kapal kecil
yang digerakkan 27.800 ribu awak. Pada pelayaran ketiga, Cheng Ho
menurunkan kapal besar sebanyak 48 buah dengan 27 ribu awak. Sedangkan
pada pelayaran ketujuh, tak kurang dari 61 kapal besar dikerahkan dengan
awaknya mencapai 27.550 orang. Padahal, ekspedisi yang dilakukan
Columbus saat menemukan benua Amerika hanya mengerahkan tiga kapal
dengan awak mencapai 88 orang.
Sebuah ekspedisi yang benar-benar dahsyat. Dalam setiap ekspedisi itu,
secara khusus Cheng Ho menumpangi 'kapal pusaka'. Sebuah kapal terbesar
pada abad ke-15 M. Betapa tidak, panjangnya saja mencapai 138 meter dan
lebarnya sekitar 56 meter. Ukuran kapal yang digunakan Cheng Ho untuk
menjelajah samudera itu lima kali lebih besar dibanding kapal Columbus.
Menurut sejarawan, JV Mills kapasitas `kapal pusaka' itu mencapai 2.500
ton. Pencapaian gemilang Cheng Ho melalui ekspedisi lautnya pada abad
ke-15 M menunjukkan betapa peradaban Cina telah memiliki kapal-kapal
besar serta kemampuan navigasi untuk menjelajahi dunia. Anehnya,
keberhasilan yang dicapai Cheng Ho itu tak diikuti dengan ekspedisi
berikutnya.
''Cheng Ho terlahir
sekitar tahun 1371 M di Provinsi Yunan sebelah baratdaya Cina," ungkap
Rosenberg. Nama kecilnya adalan Ma Ho. Dia tumbuh dan dibesarkan dalam
sebuah keluarga Muslim. Apalagi, sang ayah pernah menunaikan ibadah haji
ke Tanah Suci, Makkah. Menurut Rosenberg, nama keluarga Ma digunakan
oleh keluarga Muslim di Tiongkok merujuk pada Muhammad.
Ketika berusia 10 tahun (1381 M), Ma Ho kecil dan anak-anak yang lain
ditangkap tentara Cina yang menginvasi wilayah Yunan. Pada usia 13
tahun, dia dan tahanan muda lainnya dijadikan pelayan rumah tangga
Pangeran Zhu Di - anak keempat kaisar Cina. Namun, Ma Ho menjadi pelayan
khusus Pangeran Zhu Di.
Pergaulannya dengan pangeran, membuat Ma Ho menjadi pemuda yang tangguh.
Dia jago berdiplomasi serta menguasai seni berperang. Tak heran, bila
dia kemudian diangkat menjadi pegawai khusus pangeran. Nama Ma Ho juga
diganti oleh Pangeran Zhu Di menjadi Cheng Ho. Alasannya, kuda-kuda
milik abdi (kasim) kaisar terbunuh dalam pertempuran di luar Istana yang
dinamakan Zhenglunba.
"Cheng Ho
juga dikenal sebagai San Bao yang berarti `tiga mutiara','' papar
Rosenberg. Cheng Ho yang memiliki tinggi badan sekitar tujuh kaki,
posisinya kian menguat ketika Zhu Di diangkat menjadi kaisar pada 1402.
Cheng Ho pun lalu didaulat menjadi laksamana dan diperintahkan untuk
melakukan ekspedisi. Cheng Ho, merupakan abdi istana pertama yang
memiliki pososi yang tinggi dalam militer Cina.
Ekspedisi pertama Cheng Ho dilakukan pada tahun 1405 M - 1407 M.
Sebelum memulai ekspedisinya, rombongan besar itu menunaikan shalat
terlebih dulu di sebuah masjid tua di kota Quanzhou (Provinsi Fujian).
Pelayaran pertama ini mampu mencapai Caliut, barat daya India dan sampai
di wilayah Asia Tenggara: Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Vietnam,
Srilangka. Di setiap persinggahan armada itu melakukan transaksi dengan
cara barter.
Tahun 1407 M - 1409 M
ekspedisi kedua kembali dilakukan, namun Cheng Ho tak ikut memimpin
ekspedisi ini, dia tetap di Cina merenovasi masjid di kampung
halamannya. Ekspedisi ketiga digelar pada 1409 M - 1411 M menjangkau
India dan Srilanka. Tahun 1413 M - 1415 M kembali melaksanakan
ekspedisi, kali ini mencapai Aden, Teluk Persia, dan Mogadishu (Afrika
Timur). Jalur ini diulang kembali pada ekspedisi kelima (1417M - 1419 M)
dan keenam (1421 M - 1422 M). Ekspedisi terakhir (1431 M- 1433 M)
berhasil mencapai Laut Merah.
Ekspedisi luar biasa itu tercatat dan terekam dalam buku Zheng He's
Navigation Map yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad
ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran,
jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan. Jalur perdagangan Cina
berubah, tidak sekadar bertumpu pada 'Jalur Sutera' antara
Beijing-Bukhara.
Tak ada
penaklukan dalam ekspedisi itu. Sejarawan Jeanette Mirsky menyatakan,
ekspedisi bertujuan untuk memperkenalkan dan mengangkat nama besar
Dinasti Ming ke seluruh dunia. Kaisar Zhu Di berharap dengan ekspedisi
itu, negara-negara lain mengakui kebesaran Kaisar Cina sebagai The Son of Heaven
(Putra Dewata. Tindakan militer hanya diterapkan ketika armada yang
dipimpinnya menghadapi para perompak di laut. Cheng Ho tutup usia di
Caliut, India ketika hendak pulang dari ekspedisi ketujuh pada 1433 M.
Namun, ada pula yang menyatakan dia meninggal setelah sampai di Cina
pada 1435. Setiap tahun ekspedisinya selalu dikenang.(fkr_republika)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar