Oleh: Tsalis Muttaqin
Imam al-Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya, dari Abdullah bin 'Abbas, bahwa Abu Sufyan bin Harb telah mengabarkan kepadanya; bahwa Heraclius menerima rombongan dagang Quraisy, yang sedang mengadakan ekspedisi dagang ke Negeri Syam pada saat berlakunya perjanjian antara Nabi SAW dengan Abu Sufyan dan orang-orang kafir Quraisy. Saat singgah di Iliya' mereka menemui Heraclius, atas undangan Heraclius, untuk di diajak dialog di majelisnya, yang saat itu Heraclius bersama dengan para pembesar-pembesar Negeri Romawi. Heraclius berbicara dengan mereka melalui penerjemah.
Heraclius berkata; "Siapa diantara kalian yang paling
dekat hubungan keluarganya dengan orang yang mengaku sebagai Nabi itu?."
Abu Sufyan berkata; maka aku menjawab; "Akulah yang
paling dekat hubungan kekeluargaannya dengan dia".
Heraclius berkata; "Dekatkanlah dia denganku dan juga
sahabat-sahabatnya."
Maka mereka meletakkan orang-orang Quraisy berada di
belakang Abu Sufyan.
Lalu Heraclius berkata melalui penerjemahnya: "Katakan
kepadanya, bahwa aku bertanya kepadanya tentang lelaki yang mengaku sebagai
Nabi. Jika ia berdusta kepadaku, maka kalian harus mendustakannya.
"Demi Allah, kalau bukan rasa malu akibat tudingan
pendusta yang akan mereka lontarkan kepadaku niscaya aku berdusta
kepadanya."
Abu Sufyan berkata; Maka yang pertama ditanyakannya kepadaku
tentangnya (Nabi SAW) adalah: "bagaimana kedudukan nasabnya
ditengah-tengah kalian?"
Aku jawab: "Dia adalah dari keturunan baik-baik
(bangsawan) ".
Tanyanya lagi: "Apakah ada orang lain yang pernah
mengatakannya sebelum dia?"
Aku jawab: "Tidak ada".
Tanyanya lagi: "Apakah bapaknya seorang raja?"
Jawabku: "Bukan".
Apakah yang mengikuti dia orang-orang yang terpandang atau
orang-orang yang rendah?"
Jawabku: "Bahkan
yang mengikutinya adalah orang-orang yang rendah".
Dia bertanya lagi: "Apakah bertambah pengikutnya atau
berkurang?"
Aku jawab: "Bertambah".
Dia bertanya lagi: "Apakah ada yang murtad disebabkan
dongkol terhadap agamanya?"
Aku jawab: "Tidak ada".
Dia bertanya lagi: "Apakah kalian pernah mendapatkannya
dia berdusta sebelum dia menyampaikan apa yang dikatakannya itu?"
Aku jawab: "Tidak pernah".
Dia bertanya lagi: "Apakah dia pernah berlaku
curang?"
Aku jawab: "Tidak pernah. Ketika kami bergaul
dengannya, dia tidak pernah melakukan itu".
Berkata Abu Sufyan: "Aku tidak mungkin menyampaikan
selain ucapan seperti ini".
Dia bertanya lagi: "Apakah kalian memeranginya?"
Aku jawab: "Iya".
Dia bertanya lagi: "Bagaimana kesudahan perang
tersebut?"
Aku jawab: "Perang antara kami dan dia sangat banyak.
Terkadang dia mengalahkan kami terkadang kami yang mengalahkan dia".
Dia bertanya lagi: "Apa yang diperintahkannya kepada
kalian?"
Aku jawab: "Dia menyuruh kami; 'Sembahlah Allah dengan
tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, dan tinggalkan apa yang dikatakan
oleh nenek moyang kalian. ' Dia juga memerintahkan kami untuk menegakkan
shalat, menunaikan zakat, berkata jujur, saling memaafkan dan menyambung
silaturrahim".
Maka Heraclius berkata kepada penerjemahnya: "Katakan
kepadanya, bahwa aku telah bertanya kepadamu tentang keturunan orang itu, kamu
ceritakan bahwa orang itu dari keturunan bangsawan. Begitu juga laki-laki itu
dibangkitkan di tengah keturunan kaumnya.
Dan aku tanya kepadamu apakah pernah ada orang sebelumnya
yang mengatakan seperti yang dikatakannya, kamu jawab tidak. Seandainya
dikatakan ada orang sebelumnya yang mengatakannya tentu kuanggap orang ini
meniru orang sebelumnya yang pernah mengatakan hal serupa.
Aku tanyakan juga kepadamu apakah bapaknya ada yang dari
keturunan raja, maka kamu jawab tidak. Aku katakan seandainya bapaknya dari
keturunan raja, tentu orang ini sedang menuntut kerajaan bapaknya.
Dan aku tanyakan juga kepadamu apakah kalian pernah
mendapatkan dia berdusta sebelum dia menyampaikan apa yang dikatakannya, kamu
menjawabnya tidak. Sungguh aku memahami, kalau kepada manusia saja dia tidak
berani berdusta apalagi berdusta kepada Allah.
Dan aku juga telah bertanya kepadamu, apakah yang mengikuti
dia orang-orang yang terpandang atau orang-orang yang rendah?" Kamu
menjawab orang-orang yang rendah yang mengikutinya. Memang mereka itulah yang
menjadi para pengikut Rasul.
Aku juga sudah bertanya kepadamu apakah bertambah
pengikutnya atau berkurang, kamu menjawabnya bertambah. Dan memang begitulah
perkara iman hingga menjadi sempurna.
Aku juga sudah bertanya kepadamu apakah ada yang murtad
disebabkan marah terhadap agamanya. Kamu menjawab tidak ada. Dan memang
begitulah iman bila telah masuk tumbuh bersemi di dalam hati.
Aku juga sudah bertanya kepadamu apakah dia pernah berlaku
curang, kamu jawab tidak pernah. Dan memang begitulah para Rasul tidak mungkin
curang.
Dan aku juga sudah bertanya kepadamu apa yang
diperintahkannya kepada kalian, kamu jawab dia memerintahkan kalian untuk
menyembah Allah dengan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, dan
melarang kalian menyembah berhala, dia juga memerintahkan kalian untuk
menegakkan shalat, menunaikan zakat, berkata jujur, saling memaafkan dan
menyambung silaturrahim. Seandainya semua apa yang kamu katakan ini benar,
pasti dia akan menguasai kerajaan yang ada di bawah kakiku ini.
Sungguh aku telah menduga bahwa dia tidak ada diantara
kalian sekarang ini, seandainya aku tahu jalan untuk bisa menemuinya, tentu aku
akan berusaha keras menemuinya hingga bila aku sudah berada di sisinya pasti
aku akan basuh kedua kakinya.
Kemudian Heraclius meminta surat Rasulullah SAW yang dibawa
oleh Dihyah untuk para Penguasa Negeri Bashrah, Maka diberikannya surat itu
kepada Heraclius, maka dibacanya dan isinya berbunyi: "Bismillahir
rahmanir rahim. Dari Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya untuk Heraclius.
Penguasa Romawi, Keselamatan bagi siapa yang mengikuti petunjuk. Kemudian
daripada itu, aku mengajakmu dengan seruan Islam; masuk Islamlah kamu, maka
kamu akan selamat, Allah akan memberi pahala kepadamu dua kali. Namun jika kamu
berpaling, maka kamu menanggung dosa rakyat kamu, dan: Hai ahli kitab, marilah
(berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara
kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita
persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai Rabb selain Allah". Jika mereka berpaling, maka
katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang
berserah diri (kepada Allah)."
Abu Sufyan menuturkan: "Setelah Heraclius menyampaikan
apa yang dikatakannya dan selesai membaca surat tersebut, terjadilah hiruk
pikuk dan suara-suara ribut, sehingga mengusir kami.
Aku berkata kepada teman-temanku setelah kami diusir keluar;
"sungguh dia telah diajak kepada urusan Anak Abu Kabsyah. Heraclius
mengkhawatirkan kerajaan Romawi.
"Pada masa itupun aku juga khawatir bahwa Muhammad akan
berjaya, sampai akhirnya (perasaan itu hilang setelah) Allah memasukkan aku ke
dalam Islam. Dan adalah Ibnu An Nazhur, seorang Pembesar Iliya' dan Heraclius
adalah seorang uskup agama Nashrani, dia menceritakan bahwa pada suatu hari
ketika Heraclius mengunjungi Iliya' dia sangat gelisah, berkata sebagian
komandan perangnya: "Sungguh kami mengingkari keadaanmu. Selanjutnya kata
Ibnu Nazhhur, "Heraclius adalah seorang ahli nujum yang selalu
memperhatikan perjalanan bintang-bintang. Dia pernah menjawab pertanyaan para
pendeta yang bertanya kepadanya; "Pada suatu malam ketika saya mengamati
perjalanan bintang-bintang, saya melihat raja Khitan telah lahir, siapakah di
antara ummat ini yang di khitan?"
Jawab para pendeta; "Yang berkhitan hanyalah
orang-orang Yahudi, janganlah anda risau karena orang-orang Yahudi itu.
Perintahkan saja keseluruh negeri dalam kerajaan anda, supaya orang-orang
Yahudi di negeri tersebut di bunuh."
Ketika itu di
hadapakan kepada Heraclius seorang utusan raja Bani Ghasssan untuk menceritakan
perihal Rasulullah SAW, setelah orang itu selesai bercerita, lalu Heraclius
memerintahkan agar dia diperiksa, apakah dia berkhitan ataukah tidak. Seusai di
periksa, ternyata memang dia berkhitam. Lalu di beritahukan orang kepada
Heraclius.
Heraclius bertanya kepada orang tersebut tentang orang-orang
Arab yang lainnya, di khitankah mereka ataukah tidak?"
Dia menjawab; "Orang Arab itu di khitan semuanya."
Heraclius berkata; 'inilah raja ummat, sesungguhnya dia
telah terlahir."
Kemudian Heraclius berkirim surat kepada seorang sahabatnya
di Roma yang ilmunya setarf dengan Heraclius (untuk menceritakan perihal
kelahiran Nabi Muhammad SAW). Sementara itu, ia meneruskan perjalanannya ke
negeri Himsha, tetapi sebelum tiba di Himsha, balasan surat dari sahabatnya itu
telah tiba terlebih dahulu. Sahabatnya itu menyetujui pendapat Heraclius bahwa
Muhammad telah lahir dan bahwa beliau memang seorang Nabi.
Heraclius lalu mengundang para pembesar Roma supaya datang
ke tempatnya di Himsha, setelah semuanya hadir dalam majlisnya, Heraclius
memerintahkan supaya mengunci semua pintu.
Kemudian dia berkata; 'Wahai bangsa Rum, maukah anda semua
beroleh kemenangan dan kemajuan yang gilang gemilang, sedangkan kerajaan tetap
utuh di tangan kita? Kalau mau, akuilah Muhammad sebagai Nabi!." Mendengar
ucapan itu, mereka lari bagaikan keledai liar, padahal semua pintu telah
terkunci. Melihat keadaan yang demikian, Heraclius jadi putus harapan yang
mereka akan beriman (percaya kepada kenabian Muhammad).
Lalu di perintahkannya semuanya untuk kembali ke tempatnya
masing-masing seraya berkata; "Sesungguhnya saya mengucapkan perkataan
saya tadi hanyalah sekedar menguji keteguhan hati anda semua. Kini saya telah
melihat keteguhan itu." Lalu mereka sujud di hadapan Heraclius dan mereka
senang kepadanya. Demikianlah akhir kisah Heraclius.
Telah di riwayatkan oleh Shalih bin Kaisan dan Yunus dan
Ma'mar dari Az Zuhri.
Sumber: Shahih al-Bukhari hadis No. 6.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar