Sabtu, Desember 22, 2012

LAGU PILU ANAK JALANAN

Oleh: Tsalis Muttaqin
Peneliti: “Sudah lama menjadi anak jalanan?”
Anak Jalanan: “Mungkin takdirku, kedua orang tuaku juga orang jalanan. Katanya, aku lahir di jalanan. Di di sebuah bekas gerbong kereta api yang dijadikan “rumah” oleh orang tuaku.”

Peneliti: “Anda Pernah sekelah?”
Anak Jalanan: “Pernah di SD, tapi Cuma kelas 2. Saya keluar. Saya tidak tahu apa untungnya sekolah. buat apa sekolah kalau cari makan saja susah.”

Peneliti: “Apa cita-citamu?”
Anak jalanan: “Apa itu cita-cita?”

Peneliti: “Apa yang kau inginkan untuk masa depan anda?”
Anak jalanan: ”Apa masa depan itu benar-benar ada? Saya tidak tahu. Yang saya tahu sekarang saya masih hidup dan bertahan untuk hidup.”

Peneliti: “Dari mana Anda dapat makan?”
Anak jalanan: “Darimana saja, kadang mencari bekas botol-botol plastik di stasiun, lalu saya jual. Terkadang membantu penumpang kereta api menaikkan dan menurunkan barang bawaannya, lalu Saya diberi uang. Dari mana sajalah… yang penting bisa makan. Kadang kalau lapar banget dan tidak punya uang, terpaksa mencuri, kepepet, hanya untuk makan.”

Peneliti: “Bagaimana perasaan Anda ketika mencuri?”
Anak jalanan: “Ibu saya mengajari saya untuk tidak mencuri, tapi saya lapar. Saya mencuri. Diam-diam dan tidak bercerita dengan ibu.”

Peneliti: “Pernah ada keinginan bisa bermain dan bersekolah seperti anak-anak sebaya anda yang lain?
Anak Jalanan: “Saya anak normal. terkadang punya keinginan bisa hidup seperti mereka. Tapi sudahlah itu takdir mereka dan ini takdir saya.”

________
Setelah terjadi wawancara cukup lama.
Ganti anak jalanan itu yang ingin bertanya.

Anak Jalanan: “Boleh saya bertanya?”
Peneliti: “Boleh.”

Anak jalanan: “Anda dari tadi kok banyak bertanya banyak tentang saya. Anda siapa?”
Peneliti: “Oh. Saya ingin tahu banyak tentang kehidupan anak-anak seperti Anda. Kehidupan anak-anak yang menggantungkan hidupnya di jalan.”

Anak Jalanan: “Hmmm… saya jadi ingat kata kang Bejo: ‘Orang seperti Anda itu namanya peneliti. Ya… peneliti. Anda mencari keterangan yang banyak tentang anak-anak seperti kami, kemudian Anda laporkan keterangan itu kepada pemerintah, kemudian Anda dikasih uang banyak oleh pemerintah, karena telah melaporkan keterangan tentang kami.”

Anak jalanan melanjutkan:“ Ya...Aku jadi ingat kata kang Bejo: ‘Kalau musim coblosan (pemilu maksudnya) orang-orang kaya itu datang kemari memberi kami makan, pakaian. Kata mereka, kalau mereka jadi pejabat mereka akan memikirkan nasib kami. Namun setelah coblosan, mereka tidak kemari lagi. Dan kami tetap seperti ini.”

“Kami anak-anak jalanan yang miskin. Tidak tahu apa-apa dan tidak punya harapan apa-apa.” Kata kang Bejo: “pejabat-pejabat itu paling suka bicara tentang anak jalanan dan orang-orang miskin. Dengan itu mereka dapat uang banyak dan kekuasaannya langgeng.”
_______________
Peneliti itu kemudian pamit.
Sebelum berpisah anak jalanan itu sempat mengatakan: “Selamat. Semoga Anda mendapat uang banyak dari penelitian Anda, jangan bosan-bosan datang kemari, kalau memang itu cara satu-satunya kamu memperoleh uang. Mungkin hidup kami hanya menarik untuk diteliti dan dikunjungi saat coblosan tiba.”

Anak jalanan itu melambaikan tangan dan tersenyum datar.
Ia meneruskan hidupnya yang keras.
Seperti hari-hari yang lalu.
Di jalanan.
Mencari makan dari hasil menjual sisa-sisa sampah. Bekas botol plastik.
Hidup yang terus dan selalu menyusuri jalanan.
tinggal di bekas gerbong kereta api yang kumuh.

Entah sampai kapan.

Tidak ada komentar:

Entri Populer