Siapakah Orang-orang Mongol?
Dalam khazanah sejarah dunia, tercatat bahwasanya bangsa Mongol
mulai muncul pada akhir abad ke-12 atau awal abad ke-13 M. Pada mulanya,
orang-orang Mongol adalah sekumpulan masyarakat nomad yang mendiami daerah
hutan Siberia dan Mongolia luar. Mereka menempati daerah antara gurun pasir
Gobi dan danau Baikal. Mereka hidup sebagai pengembara dan tinggal di
perkemahan.
Kehidupan orang-orang Mongol dikenal dengan kehidupan bar-bar;
mereka tidak mengenal kebersihan dan memakan semua daging binatang. Mereka menyembah
matahari di saat terbit dan ada pula yang menganut cabang Nestoria dan
Sammaniah yang mempertahankan kepercayaan kuno terhadap kesucian berbagai
peristiwa dan benda alam. Sungai, mata air, Guntur , api, dll mereka anggap
sebagai ruh-ruh suci, sementara kekuatan teritngginya adalah Langit Biru atau
Khokh Tenger. Di sisi lain orang-orang Mongol juga dikenal pemberani, sabar,
dan kuat menahan rasa sakit ketika diintimidasi oleh musuh.
Sama seperti orang-orang Arab, Mongol pun menganut paham tribalisme
(kesukuan) yang kental. Mereka sangat patuh dan menjunjung tinggi kepala suku
mereka.
Para sejarawan Arab sering menyebut mereka dengan orang-orang
Tartar, memang demikianlah, orang-orang Mongol ini memang satu anak rumpun
dengan bangsa Tartar.
Jenghis Khan
Jenghis Khan adalah tokoh sentral dalam sepak terjang perjalanan
sejarah bangsa Mongol. Berkat kepemimpinannya bangsa Mongol yang awalnya
hanyalah orang-orang sabana yang tidak mengenal dan dikenal oleh peradaban
luar, kemudian menjadi bangsa penakluk yang disiplin dan memiliki keterampilan
perang yang sangat diperhitungkan.
Ia lahir pada tahun 1162 M di wilayah Daeliyun Buldagha, Mongolia.
Ia merupakan anak dari seorang kepala suku yang bernama Ishujayi dan nama
kecilnya adalah Temujhin yang berarti besi atau baja yang kuat.
Kehidupan Temujhin cukup keras dan hal ini tentu saja berpengaruh
dalam pembentukan karakter dan kepribadiannya. Saat berumur 13 tahun, terjadi
perselisihan dan perpecahan di dalam suku Kiyat, keluarga Temujhin pun menjadi
tawanan perang. Dari sinilah kemudian dia bangkit dan menjadi seseorang yang
memiliki karakter yang keras dan kuat.
Ia menggantikan ayahnya sebagai kepala suku saat berusia 13 tahun.
Awal kepemimpinannya dimulai dengan tantangan berat, yakni mempersatukan
suku-suku Mongol yang terpecah-pecah. Setelah orang-orang Mongol bersatu, ia
berhasil memimpin rakyatnya menaklukkan beberapa daerah di sekitar wilayah
China.
Pada tahun 1211 M, Jenghis Khan dan pasukannya yang berjumlah
100.000 prajurit yang ia bagi menjadi 10 kelompok, berangkat menuju China untuk
menaklukkan daerah tersebut. Mereka membuka kemenangan dengan berhasil
menaklukkan wilayah Xi Xia. Kemudian ekspansi dilanjutkan menuju Beijing yang
diperintah oleh Dinasti Jin pada tahun 1214 M. Mereka mengepung Beijing yang
memiliki tembok pertahanan terkokoh di masa itu. Dengan pengepungan yang
semakin ketat dan menyulitkan, akhirnya Kaisar Jin menyerah dan bersedia
menjadi negara koloni Mongol di bawah kepemimpinan Jenghis Khan. Kaisar Jin
menyerahkan seorang puteri untuk diperistri Jenghis Khan, 500 bocah laki-laki
dan perempuan, 3000 kuda, dan 10.000 gulungan sutra.
Yang menjadi perhatian dari penaklukkan Jenghis Khan bukan hanya
kekejamannya dalam berperang, yang memanfaatkan para tawanan sebagai tameng
pelindung di saat menyerang, tapi juga bagaimana ia menaklukkan dengan
menebarkan sebuah teror yang sangat menakutkan. Apabila sebuah negeri menyerah,
maka ia akan meminta upeti dan negeri tersebut harus bersedia menjadi wilayah
koloni yang harus menaati perintah-perintahnya. Namun apabila sebuah negeri
ditaklukkan dengan cara berperang, maka ia akan membantai semua orang yang ada
di dalam negeri tersebut meskipun mereka adalah warga sipil bahkan wanita dan
anak-anak. Sebagai contoh adalah penyerangan terhadap wilayah-wilayah
Khawarezm, lebih dari 2,5 juta jiwa
dibantai oleh pasukan-pasukannya.
Ekspansi ke Kerajaan Islam
Kisah ekspansi bangsa Mongol ke kerajaan-kerajaan Islam adalah
sebuah kisah pilu yang begitu mengerikan. Salah seorang sejarawan ketika hendak
mengisahkan ekspansi Mongol ke wilayah Islam, ia mengatakan, belum pernah ada
sebelumnya sebuah budaya yang menggunakan kekuatan untuk membinasakan seperti
bangsa Mongol, dan belum pernah sebelumnya sebuah budaya menderita sebagaimana
yang tak lama lagi akan diderita dunia muslim.
Sebelumnya kabar tentang jatuhnya Beijing ke tangan Mongol sempat
terdengar oleh seorang duta dari Khawarezm. Ia pun merasakan keheranan yang
sangat, bagaimana bisa kota yang sangat hebat dan terlindungi dengan sangat
baik telah jatuh ke tangan kaum yang semata-mata adalah pengembara. Ia
mengabarkan bahwa tulang-belulang orang-orang yang dibantai telah membentuk
gunungan-gunungan dan tanahnya berminyak karena lemak-lemak dari jasad-jasad
tersebut. Ia bahkan membenarkan sebuah cerita gila yang mengatakan bahwa 60.000
gadis menjatuhkan diri dari atas tembok demi menghindarkan diri jatuh ke tangan
orang-orang Mongol. Dan sebentar lagi bangsa Mongol akan masuk ke wilayah Islam
dan menorehkan kengerian yang lebih dari apa yang terjadi sebelumnya.
Ada beberapa alasan yang ditengarai menjadi latar belakang Jenghis
Khan mengekspansi negeri-negeri Islam. Pertama, alasan yang terpenting melebihi
segalanya adalah penaklukkan tersebut merupakan takdir yang dibebankan oleh
langit kepada dirinya tanpa disertai alasan yang jelas. Sementara penghancuran
adalah hanya masalah strategi dan pembantaian adalah ekses dari peperangan.
Kedua, masalah ideologi.
Orang-orang Mongol termasuk Jenghis Khan adalah penganut ajaran
Shammaniah yang mempertahankan kepercaaan kuno terhadap kesucian berbagai
peristiwa dan benda alam, diantaranya: air, api, hujan, dan petir. Sementara
umat Islam menggunakan benda-benda suci tersebut, dalam hal ini air, sebagai
perantara dalam ritual ibadah dan Islam pun memerangi keyakinan paganisme dan
animism yang masih dipercayai oleh orang-orang Mongol. Hal ini turut memotivasi
bangsa Mongol memerangi Islam.
Ketiga, penyeragannya dilatarbelakangi keinginan untuk membalas
dendam. Menurut sejarawan Barat, Jenghis Khan pernah mengutus delegasi dagangnya
ke kerajaan Khawarezm, lalu Shah Muhammad sebagai penguasa Khawarezm menilai
delegasi tersebut sebagai mata-mata dan membunuh mereka semua. Shah Muhammad
khawatir tentang sifat bar-bar dan kekejaman orang-orang Mongol seperti kabar
yang ia terima melalui dutanya sebagaimana yang telah kami sampaikan.
Sementara menurut sumber lainnya perselisihan tersebut terjadi
karena orang-orang Mongol yang masih liar dan biadab belum pernah mengenal
dunia luar kecuali di era Jenghis Khan, merampok dan menyiksa tiga pedagang
kain muslim dari Bukhara (1212 M). Lalu orang-orang Mongol tersebut tertarik
untuk mendapatkan harta yang lebih banyak lagi, mereka pun mengutus 150 orang
dari kalangan mereka ke wilayah teritorial muslim. Mengetahui kedatangan
orang-orang Mongol ini, Gubernur Ghayar
Khan menagkap dan meng-qishahs mereka semua, namun satu orang berhasil
meloloskan diri dan mengabarkan peristiwa di Utrar ini hingga sampailah kepada
Jenghis Khan.
Tahun 1219 M, Jenghis Khan membawa 200.000 pasukannya bergerak ke
Barat melalui Transoxiana. Ia berhasil
menduduki kota-kota yang makmur seperti Bukhara dan Samar Khand dan membunuh
semua penduduknya sebagai pembalasan dendam. Kemudian mereka berangkat ke
kota-kota lainnya hingga korban tewas mencapai angka 2,5juta jiwa lebih. Inilah
awal mula penderitaan umat Islam disebabkan invansi orang-orang Mongol.
Persiapan Penaklukkan Daulah Abbasiyah
Pada tahun 1227, Jenghis Khan wafat, ia meninggalkan wilayah
kekuasaan yang sangat luas. Keturunan-keturunannya melanjutkan tugasnya sebagai
penguasa dan penakluk dunia. Pada generasi keempat, Mongol dipimpin oleh Kaisar
Munk Khan. Dalam menjalankan kekuasaannya, Munk Khan dibantu oleh tiga orang
saudaranya. Pertama, Ariq Buqan yang tinggal bersamanya di ibu kota Mongol,
Qora Qorum, membantunya mengatur pemerintahan pusat. Yang kedua adalah Kubilai
Khan, seorang raja masyhur yang sempat menyerang tanah air nusatara. Ia
memegang kekuasaan Mongol di wilayah-wilayah Timur, seperti China dan Korea.
Dan yang ketiga adalah seorang raja kejam yang karakternya paling mirip dengan
Jenghis Khan, ia adalah Hulagu Khan. Hulagu menguasai daerah bekas-bekas
kerajaan Persia dan sekitarnya. Wilayah yang langsung berhadap-hadapan dengan
teritorial Dinasti Abbasiyah.
Setelah berhasil menaklukkan sebagian wilayah Eropa, Mongol melirik
kerajaan besar lainnya untuk mereka taklukkan, Daulah Abbasiyah. Hulagu Khan
sebagai perwakilan Mongol di Asia Barat pun bersiap-siap mewujudkan cita-cita
besar tersebut. Rencana penaklukkan Abbasiyah ia rintis pada tahun 649 H, lima
tahun sebelum mereka menginjakkan kaki di Baghdad. Hulagu menyadari kekuatan
yang dimiliki oleh kerajaan Islam ini cukup besar, oleh karena itu persiapan
eksapansi ini harus benar-benar matang. Lima tahun sebelum kedatangannya menuju
Irak, Hulagu memulai persiapannya dengan memperbaiki jalur yang akan dilintasi
pasukan Mongol dari wilayah Cina hingga menuju Irak. Ia juga membangun
jembatan-jembatan besar di sungai-sungai antara China dan Baghdad untuk
mengangkut alat-alat berat sebagai materi peperangan.
Tidak hanya persiapan materi, Mongol juga memainkan politik yang
dinamis. Melalui raja agung mereka, Munk Khan, Mongol berhasil melobi raja
Armenia dan raja-raja Nasrani di wilayah Syam untuk bekerja sama dengan Mongol
menaklukkan Daulah Abbasiyah. Selain itu, mereka juga merekrut orang-orang
dalam Daulah Abbasiyah seabgai mata-mata, seperti Muayyiduddin al-Qomi
asy-Syi’i, ia adalah perdana menteri berideologi Syiah yang sangat membenci
Ahlussunnah, kemudian Badruddin Lu’lu’, amir wilayah Mosul.
Setelah genap lima tahun, persiapan yang direncanakan oleh Hulagu
pun rampung. Jalan-jalan dari China menuju Irak telah siap dilalui oleh tentara
dan alat-alat berat yang akan mereka bawa. Lobi-lobi politik dengan
penguasa-penguasa daerah yang akan mereka lewati pun mencapai kesepakatan,
sehingga pasukan Mongol bisa lewat dengan aman dan tidak perlu membuang energi
ekstra untuk berperang.
Hulagu tahu persis keadaan Daulah Abbasiyah; kelemahan dan
potensi-potensi kekuatan yang bisa diandalkan Abbasiyah, keadaan militernya, dari jumlah tentara
hingga peralatan-peralatan militer, sampai-sampai keadaan psikologi masyarakat
Abbasiyah pun Hulagu mengetahuinya. Hal ini tentu saja berkat bantuan
Muayyiduddin al-Qomi asy-Syi’i dan mata-matanya yang banyak tersebar di lingkungan
Daulah Abbasiyah. Di sisi lain, raja-raja Nasrani di daerah Armenia dan
Anthakiyah siap memberikan bantuan militer kepada Mongol.
Dengan demikian, Hulagu bisa memastikan bahwa tentara Abbasiyah
tidak akan mampu membela diri mereka sendiri apalagi menyelamatkan Daulah
Abbasiyah. Ia sangat yakin Baghdad dan Daulah Abbasiyah akan hancur di
tangannya dan pasukannya. Pasukan Mongol pun berangkat dari wilayah Persia
bagian Barat menuju Baghdad.
Hulagu membagi pasukannya ke dalam tiga kelompok: kelompok pertama
adalah para pembesar pasukan, terdiri dari panglima perang dan
pimpinan-pimpinan kabilah. Pimpinan kelompok ini adalah Hulagu Khan sendiri.
Kelompok ini akan mengepung Baghdad dari sisi Timur. Kelompok kedua adalah
pasukan sayap kiri yang dipimpin oleh jenderal perang terbaik Hulagu Khan,
yaitu Katbughan. Pasukan ini dikondisikan sedemikian rupa sebagai pasukan
siluman. Mereka akan bergerak menyelinap sehingga tidak akan diketahui kedatangannya
kecuali tinggal beberapa kilometer dari Baghdad. Jarak Baghdad dengan tempat
pemberangkatan pasukan, Kota Hamdan, adalah 450 Km. Katbughan memimpin
pasukannya untuk mengepung Baghdad dari wilayah Timur Laut. Sementara kelompok
terakhir dipimpin oleh Baiju, pasukan ini tidak kalah menakutkannya
dibandingkan dengan dua pasukan sebelumnya. Pasukan inilah yang dikirim Mongol
untuk menaklukkan Eropa dan mereka akan menyerang Baghdad dari sisi Barat.
Awal Pengepungan
12 Muharam 656 H pasukan Mongol mengepung kota Baghdad. Diawali
dengan kedatangan pasukan Hulagu Khan di sisi Timur dan Katbughan di sebelah
Timur Laut. Baghdad pun tersentak, Khalifah Mu’tashim Billah mengumpulkan
pembesar-pembesarnya untuk membahas keadaan genting ini, semua pembesar
kerajaan berkumpul termasuk juga Muayyiduddin al-Qami. Hasil dari pertemuan ini
adalah jihad menghadapi pasukan besar Mongol.
Pasukan Islam dipimpin oleh panglima perang Aybak rahimahullah. Ia
memimpin para mujahid untuk berhadapan langsung dengan pasukan Hulagu Khan dan
Katbughan yang telah berkumpul. Sebelum berangkat, ia baru mendengar ternyata
ada pasukan Mongol dalam jumlah besar di bawah pimpinan Baiju datang dari
wilayah Eropa untuk mengepung sisi Barat Kota Baghdad. Panglima Aybak
memutuskan pasukan Bayju-lah yang harus dihadapi pertama kali, karena apabila
pasukan Bayju tidak dihadapi, maka Baghdad akan jatuh dengan lebih mudah dan
dipastikan sejumlah besar umat Islam akan terbantai. Namun ternyata Panglima
Aybak dan pasukannya berhasil dikalahkan oleh pasukan Bayju.
Jatuhnya Baghdad
Melihat kekalahan yang dialami pasukan Aybak, Muayyiduddin al-Qami
menawarkan kepada Khalifah al-Mu’tashim agar mengadakan negosiasi dengan Hulagu
Khan. Khalifah pun menyepakati usul yang diajukan oleh al-Qami dan
memerintahkan al-Qami agar menemui Hulagu Khan. Al-Qami berangkat bertemu
Hulagu ditemani dengan seorang Nasrani yang juga membenci Khalifah dan Daulah
Abbasiyah, nama utusan tersebut adalah Makika.
Setelah tiba di hadapan Hulagu, penghiantan al-Qami semakin
menjadi. Ia menjalin kesepakatan yang berdampak sangat buruk kepada Daulah
Abbasiyah dan umat Islam secara umum. Hulagu menawarkan kedudukan kepada
al-Qami dan Makika apabila keduanya membantu Mongol dalam penaklukkan Daulah
Abbasiyah. Dengan cepat keduanya menerima tawaran Hulagu tersebut. Seandainya
Hulagu tidak menawarkan keududukan tersebut, keduanya sudah cukup senang
melihat Daulah Abbasiyah hancur apalagi ditambah iming-iming kedudukan, tentu
ini lebih membuat mereka bersemangat.
Setelah beberapa kali menghadap antara Hulagu dan al-Mu’tashim,
al-Qami menyampaikan pesan bahwasnaya Hulagu hendak mengadakan perjanjian
dengan poin-poin yang mengesankan kemenangan yang besar bagi Abbasiyah:
- Menghentikan
peperangan antara kedua kerajaan dan diganti dengan hubungan bilateral yang
saling menguntungkan.
- Menikahkan anak
laki-laki Khalifah dengan putri Hulagu.
- Mu’tashim Billah
tetap menjadi khalifah.
- Penduduk Baghdad
tanpa terkecuali dijamin keamanannya.
Namun Hulagu mengajukan syarat untuk poin-poin perjanjian tersebut:
- Hendaknya Baghdad
menghancurkan benteng Irak.
- Menimbun kembali
parit-parit (untuk perang).
- Menyerahkan
persenjataan.
- Baghdad menjadi
koloni kerajaan Mongol.
Hulagu meyakinkan bahwa perssyaratan yang ia ajukan adalah untuk
mewujudkan keadilan, kemerdekaan, dan keamanan. Setelah kesepakatan ini
terwujud, Hulagu berjanji akan kembali ke wilayahnya meninggalkan penduduk
Irak, membiarkan mereka berhukum dengan undang-undang mereka sendiri, dan
mengatur negara sesuai kebijakan mereka sebelumnya.
Mu’tashim sangat meragukan janji Hulagu ini. Salah seorang
penasihat Khalifah mengatakan, ini adalah siasat Hulagu, seandainya Anda
menolaknya, pasti Hulagu akan membunuh Anda dan kalau Anda menerimanya masih
ada kemungkinan Anda akan selamat walaupun kecil. Mu’tashim pun terus merenungi
dan memikirkan langkah apa yang akan ia ambil sementara Hulagu dan pasukannya
sudah sangat ingin merampas kekayaan Baghdad dan melihat keindahan kota tersbut
dari dalam.
Benar saja, Hulagu tidak mau memberi Khalifah waktu yang panjang
untuk berpikir. Ia memaksa Khalifah agar berpikir cepat dengan melempari
benteng Baghdad dengan bola api. Panah-panah pun mulai masuk ke istana Khalifah
hingga membunuh salah seorang pembantunya di hadapannya. Menurut Ibnu Katsir
perlawanan yang dilakukan Baghdad hampir-hampir tidak berpengaruh terhdap
orang-orang Mongol.
Melihat keadaan semakin genting, Khalifah meminta nasihat kepada
Muayyiduddin al-Qami apa yang harus ia lakukan. Al-Qami menyarankan agar
Khalifah secara langsung menemui Hulagu. Dengan lemahnya, Khalifah pun menuruti
begitu saja saran dari al-Qami. Ia keluar dari Baghdad bersama menteri-menteri
dan pengawal-pengawalnya dalam keadaan rendah dan hina.
Setelah sampai di hadapan Hulagu, kepedihan demi kepedihan dihadapi
Khalifah; seluruh pengawalnya dibunuh, kemudian anaknya sulungnya, Ahmad Abul
Abbas dibunuh di hadapannya, lalu putranya yang lain, Abdurrahman Abu
al-Fadhail dan Mubarak Abu al-Manaqib juga dibunuh dihadapnnya, tidak hanya itu
saudari-saudari perempuannya pun ditawan. Kemudian al-Qami memanggil
ulama-ulama Ahlussunnah di Baghdad untuk dieksekusi. Barulah mereka sadar bahwa
al-Qami adalah musuh dalam selimut, namun semua itu sudah sangat terlambat. Dan
terakhir Khalifah al-Mu’tashim pun dieksekusi, ia digulung di sebuah karpet,
lalu diinjak-injak dengan kuda hingga ia tewas. Setelah itu Baghdad dihancurkan
dan jutaan nyawa melayang, atap-atap mengucurkan darah manusia, mayat-mayat
bergelimpangan di jalanan kota. Demikianlah akhir dari kekuasaan Daulah
Abbasiyah yang telah berkuasa selama 508 tahun.
Sumber:
- Jenghis Khan oleh Jhon Man
-Islam di Asia Tengah oleh Abdul
Karim
- Qishotu at-Tatar min al-Bidayati
ila ‘Ain Jalut oleh Raghib as-Sirjani
-Islam di Asia Tengah oleh Abdul Karim
- Qishotu at-Tatar min al-Bidayati ila ‘Ain Jalut oleh Raghib as-Sirjani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar