Selasa, November 06, 2012

TULISAN NGLAMUN

KH. Abdullah Khoirzad

Ketika aku buka facebook ada gambar perempuan cantik berkerudung nampak dilayar, istriku kontan bertanya: “Mas kalau aku pasang gambar disitu boleh nggak?”
Sebagaimana biasa aku hanya senyum, tidak menjawab sepatah katapun. Meskipun sebenarnya aku berfikir. Ingatanku berusaha berkelana, menjelajah bacaan yang pernah aku baca. Karena aku tidak cukup mempunyai banyak referensi, akhirnya fikiranku hanya berhenti pada satu buku yang selintas pernah berusaha aku baca. Maka aku buka kembali buku tersebut dan aku temukan keterangan menarik yang terkait dengan penafsiran ayat :
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
(dan janganlah mereka –{wanita yang beriman }-menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak daripadanya).


Dalam pandangan madzhab Syafiiyyah, perhiasan (zinah) perempuan ada yang bersifat asli (kholqiyyah) dan ada yang diupayakan (Muktasabah), dan wajah masuk dalam katagori perhiasan asli yang tanpa upaya bahkan bisa dikata: Wajah adalah pusat kecantikan.
Adapun perkara – perkara yang diupayakan untuk mempercantik tampilan aslinya sebagaimana mengenakan pakaian, bedak, lipstk dlsb, adalah merupakan perhiasan yang diupayakan (zinah muktasabah). Dan larangan menampakkan perhiasan pada وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ bersifat umum sehingga memasukkan perhiasan asli dan yang diupayakan. Sehingga dalam pandangan syafiiyyah wajahpun tidak diperkenankan diperlihatkan kepada selain suami dan muhrimnya.
Sesampai disini, aku berhenti membaca, aku bertanya – tanya akankah tak ada ruang bagi perempuan untuk sekedar menampakkan wajahnya di facebook?
Dengan penasaran yang memuncak akhirnya aku teruskan membacaku, dan aku temukan pendapat yang agak lain. Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat bahwa wajah dan kedua tapak tangan bukanlah bagian dari aurat perempuan, kesimpulan ini didapat dari pengecualian yang tertera pada kata : إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا . artinya larangan penampakan aurat bagi perempuan mengecualikan pada perkara yang ada hajat untuk membukanya, sedang perkara yang ada hajah untuk membukanya adalah wajah dan kedua tapak tangan. Pemahaman ini diambil dari beberapa keterangan shahabat dan tabi'in.
Menurus Said ibn Jubair pengertian إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا adalah wajah dan tapak tangan, demikian juga menurut Atho' dan Dhahhak.
Hadist dari Aisyah RA menerangkan : bahwa Asmak binti Abi Bakar masuk ketempat Rasulullah SAW. dan Asmak menggunakan pakaian tipis maka berpalinglah Rasulullah darinya, kemudian beliau bersabda: wahai asmak, perempuan jika sudah haid maka tidak boleh dilihat kecuali ini dan ini. Sambil beliau memberikan isyarah terhadap wajah dan tapak tangan.
Terus terang aku agak tersenyum membaca bagian yang paling akhir ini, meskipun akhirnya senyumku harus kutahan kembali, karena saat akan aku tutup kitab ini, terhnyata dipenghujung tulisan ada kalimat yang perlu aku renungkan kembali, kalimat itu berbunyi:
Pendapat ulama yang mengatakan bahwa wajah dan kedua tapak tangan tidak bagian dari aurat menyaratkan kalau memang di kedua anggota tersebut tidak ada unsure zinah (berhias) dan juga tidak memancing fitnah ketika menampakkan kedua anggota dimaksud. Sedang apa yang dilakukan perempuan dizaman sekarang dengan menggunakan kosmetik dan atau alat kecantikan diwajah agar bisa memperindah penampilan dan kelihatan kecantikannya dihadapan para lelaki ketika berjalan dijalan raya maka tidak ada keraguan dalam keharamannya menurut semua ulama.
Dan maksud dari pendapat ulama yang mengatakan bahwa wajah dan kedua tapak tangan bukan aurat bukan berarti kemudian wajib membukanya atau sunnah membukanya dan menutupnya termasuk bid'ah, bukan demikian. Namun pengertiannya tidak dosa dalam membukanya ketika dhorurat dan disaratkan aman dari fitnah.
Waduuh terus bagaimana ini, kira – kira boleh nggak istriku pasang gambar difacebook? 
Ketika aku fikir kembali, bukankah istriku hanya meminta memasang gambarnya, sedang pembicaraan panjang yang ada diatas bukankah membahas penampakan wajah secara langsung bukan gambarnya?
Aku rasa memang beda, apa lagi dalam berbagai kesempatan sering para Ulama didalam kitab fiqh, membedakan antara melihat tampilan asli dan bayangan yang ada dalam kaca atau dalam beningnya air. Namun yang tidak bisa dipungkiri, meskipun melihat gambar tidak mungkin seindah melihat aslinya, toh bayangan keni’matan memandang gambar sering juga mampu mengusik ketenangan jiwa. Jangan – jangan hal seperti ini yang dibahasakan sebagai “fitnah” oleh para sepuh dahulu kala. Wah………

Tidak ada komentar:

Entri Populer